lukisan diunduh dari blogger-index.com.jpg
Memahami Kejujuran
Pada jalan kebenaran, kejujuran manusia hendaknya mengalir bebas
Sebab dalam jubah kepentingan, kejahatan hidup tiada mengenal tempat
Saat benar-benar rindu kekasih
Jangan enggan menukar gelisah dan ketakutanmu
Membebaskan hati berjalan ke tujuh tungku api cinta
Membakar niscaya, menjauhkan diri dari ruh-ruh jahat
Jikalau kejujuran dijadikan pertaruhan atas nasib
Maka tiada hal paling menakutkan
Kecuali siksa kubur
_____________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 1 September 2011, 12.20 WITA
Memahami Kejujuran
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 27 Desember 2011
Label:
puisi kehidupan,
puisi kontemplatif
/
Comments: (0)
Bibir yang Bergetar
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 05 November 2011
Label:
puisi cinta,
puisi spiritual kontemplatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
aku bertanya pada muhib hakikat Qurban
dari bibir muhib itu keluar hanya satu kata
: hati…
(@ Imron Tohari _ lifespirit 5 November 2011 )
dari bibir muhib itu keluar hanya satu kata
: hati…
(@ Imron Tohari _ lifespirit 5 November 2011 )
Jalan Cahaya
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 27 Oktober 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual kontemplatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
oleh Imron Tohari pada 28 Oktober 2011 jam 9:34
dari sebuah kelahiran
aku berjalan menyusuri jalan-jalan kehidupan
aku singgahi kedai-kedai kebahagiaan
aku singgahi pesta perjamuan
bahkan telah aku reguk kepahitan hidup
Laa'illah hailla'allah, aku rapuh, tiada aku di Engkau
dari sebuah kelahiran
o, kekasih, o, kekasihku
akhirnya aku kian sadar
sesungguhnya kematian itu kekasih setiaku
ada Engkau
di aku
( Imron Tohari _ lifespirit 28 october 2011 )
dari sebuah kelahiran
aku berjalan menyusuri jalan-jalan kehidupan
aku singgahi kedai-kedai kebahagiaan
aku singgahi pesta perjamuan
bahkan telah aku reguk kepahitan hidup
Laa'illah hailla'allah, aku rapuh, tiada aku di Engkau
dari sebuah kelahiran
o, kekasih, o, kekasihku
akhirnya aku kian sadar
sesungguhnya kematian itu kekasih setiaku
ada Engkau
di aku
( Imron Tohari _ lifespirit 28 october 2011 )
MENUJU KE ENGKAU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 20 September 2011
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
MENUJU KE ENGKAU
Waktu, bagiku penanda tidur dan terjaga, itu sebelum bersamamu
Langkah kaki jam di dinding terdengar membawa beban berat
Ditimpakan di antara ilusi dan kesadaran, atau bahkan jiwaku
Tidur dan terjaga seperti gerbong kosong dari terminal ke terminal
Jerit kegelisahan, lengking lokomotif yang pecah
Dan derit roda besi menghimpit rel-rel panjang
Sebuah keinginan, hidup, perjalanan menuju ke engkau
Asa yang kubangkitkan dari terowongan gelap bayang diri
Sejujurnya, saat ini aku bahagia memilikimu, lebih sekedar kekasih
Apalagi dari rahim hati ada detak-detak menyuarakan cinta
Tapi setiap malam waktu aku mulai menutup tirai jendela
Aku seperti disadarkan oleh keadaan, kalau hari tak selamanya pagi
Oh, belahan jiwa, oh, asmara, aku menjadi tahu
Mengikat keyakinan, saling menguatkan hati
Bersamamu, ada cahya di ketinggian darma
_________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 19 September 2011
dar.ma n kewajiban; tugas hidup; kebajikan
lo•ko•mo•tif n kepala kereta api (yang menarik gerbong kereta)
Waktu, bagiku penanda tidur dan terjaga, itu sebelum bersamamu
Langkah kaki jam di dinding terdengar membawa beban berat
Ditimpakan di antara ilusi dan kesadaran, atau bahkan jiwaku
Tidur dan terjaga seperti gerbong kosong dari terminal ke terminal
Jerit kegelisahan, lengking lokomotif yang pecah
Dan derit roda besi menghimpit rel-rel panjang
Sebuah keinginan, hidup, perjalanan menuju ke engkau
Asa yang kubangkitkan dari terowongan gelap bayang diri
Sejujurnya, saat ini aku bahagia memilikimu, lebih sekedar kekasih
Apalagi dari rahim hati ada detak-detak menyuarakan cinta
Tapi setiap malam waktu aku mulai menutup tirai jendela
Aku seperti disadarkan oleh keadaan, kalau hari tak selamanya pagi
Oh, belahan jiwa, oh, asmara, aku menjadi tahu
Mengikat keyakinan, saling menguatkan hati
Bersamamu, ada cahya di ketinggian darma
_________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 19 September 2011
dar.ma n kewajiban; tugas hidup; kebajikan
lo•ko•mo•tif n kepala kereta api (yang menarik gerbong kereta)
Suara yang Kudengar Dari Pinggir Kolam
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 15 September 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Suara yang Kudengar Dari Pinggir Kolam
Bertahun-tahun dihantui trauma
setiap hari pikiran resah berteman prasangka
pagi burung berkicau pun terdengar sumbang
bagaimana mungkin hal ini dikatakan kehidupan?
Sampai akhirnya pada suatu hari
sebelum benar-benar senja
dari pinggir kolam kudengar kecipak ikan
saat kuarahkan tatapanku, ia, ikan itu
berseakan jiwaku sendiri yang mengatakan
: Menarilah, biar yang ada di dalam
bebas merdeka
(@Imron Tohari _ lifespirit 10 September 2011)
Bertahun-tahun dihantui trauma
setiap hari pikiran resah berteman prasangka
pagi burung berkicau pun terdengar sumbang
bagaimana mungkin hal ini dikatakan kehidupan?
Sampai akhirnya pada suatu hari
sebelum benar-benar senja
dari pinggir kolam kudengar kecipak ikan
saat kuarahkan tatapanku, ia, ikan itu
berseakan jiwaku sendiri yang mengatakan
: Menarilah, biar yang ada di dalam
bebas merdeka
(@Imron Tohari _ lifespirit 10 September 2011)
Lupa Masa Lalu
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 13 September 2011
Label:
puisi kehidupan,
puisi spiritual,
puisi spiritual kontemplatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
Lupa Masa Lalu
ranum buah di pohon
malam merajut mimpi
tak sadar petang berjalan ke pukul lima
sedari tadi angin mengetuk pintu
kini pergi membawa lelah
sekejap, embun di dedaunan terkesiap
di atas menara ribuan dengkur menggelar tikar
mestikah seperti itu mengharap perjumpaan,oh,kekasih?
ketika musim retakkan tanah
pohon kurus tanpa daun: tiada buah
tengah malam nyanyian rindu menyayat-nyayat
_______________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit, 12 September 2011
ranum buah di pohon
malam merajut mimpi
tak sadar petang berjalan ke pukul lima
sedari tadi angin mengetuk pintu
kini pergi membawa lelah
sekejap, embun di dedaunan terkesiap
di atas menara ribuan dengkur menggelar tikar
mestikah seperti itu mengharap perjumpaan,oh,kekasih?
ketika musim retakkan tanah
pohon kurus tanpa daun: tiada buah
tengah malam nyanyian rindu menyayat-nyayat
_______________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit, 12 September 2011
MENUJUMU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 10 September 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual kontemplatif
/
Comments: (0)
MENUJUMU
Bertahun-tahun merancang pelayaran
Berharap matahari ramah mengantar ke barat
Tapi, belantara kabut menjauhkan perahu dari dermaga
Melayari laut luas
Badai,ombak, menggoyang-goyang tiang layar
Cahaya purnama merajut impian rindu pulang
Oh, betapa rapuh perahu hati kala berlayar sendirian
Di lautMu
Aku; perahu kehilangan daya
Tenggelam, terhimpit diantara batu-batu tajam
Bagaimana menitip nyanyian langit pada debur ombak?
Di atas, terang dan kelam awan silih berganti posisi
Doa layaknya penggalan duka abadi
MenujuMu, hidup dan mati menggenapi angan panjang
_______________________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit, 7 September 2011
Bertahun-tahun merancang pelayaran
Berharap matahari ramah mengantar ke barat
Tapi, belantara kabut menjauhkan perahu dari dermaga
Melayari laut luas
Badai,ombak, menggoyang-goyang tiang layar
Cahaya purnama merajut impian rindu pulang
Oh, betapa rapuh perahu hati kala berlayar sendirian
Di lautMu
Aku; perahu kehilangan daya
Tenggelam, terhimpit diantara batu-batu tajam
Bagaimana menitip nyanyian langit pada debur ombak?
Di atas, terang dan kelam awan silih berganti posisi
Doa layaknya penggalan duka abadi
MenujuMu, hidup dan mati menggenapi angan panjang
_______________________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit, 7 September 2011
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 03 September 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Lukisan by google
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Siang cerah, hujan tibatiba runtuh
mengagetkan sepasang burung bertengger di seranting daun
Mereka, burung itu lalu terbang terpisah
namun sebagian hati ianya, gelisah, enggan pergi
katanya ingin mencari kericau yang tertinggal di daun
berharap saat awan terkuak bisa dijadikan lengkung pelangi
Jikalau rumah cinta bukan di hati
iakah mungkin dalam perkabungan
ada kekuatan doa di bola mata burung terpisah itu
layaknya mantra keselamatan
menyulam repihan daun yang ada kicauannya
berharap jadi pelangi
Oh, dalam pertautan asmara
selalu saja dihadapkan duka bahagia
Siang benderang berganti deras mengiris
Pohon hati senyap tanpa tembang
seperti telaga kesepian tanpa kecipak angsa
dan angin yang sesekali melintas, menggoda
Iakah mesti seperti itu di jalan cinta?
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 3 September 2011, 1,38 dini hari (WITA)
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Siang cerah, hujan tibatiba runtuh
mengagetkan sepasang burung bertengger di seranting daun
Mereka, burung itu lalu terbang terpisah
namun sebagian hati ianya, gelisah, enggan pergi
katanya ingin mencari kericau yang tertinggal di daun
berharap saat awan terkuak bisa dijadikan lengkung pelangi
Jikalau rumah cinta bukan di hati
iakah mungkin dalam perkabungan
ada kekuatan doa di bola mata burung terpisah itu
layaknya mantra keselamatan
menyulam repihan daun yang ada kicauannya
berharap jadi pelangi
Oh, dalam pertautan asmara
selalu saja dihadapkan duka bahagia
Siang benderang berganti deras mengiris
Pohon hati senyap tanpa tembang
seperti telaga kesepian tanpa kecipak angsa
dan angin yang sesekali melintas, menggoda
Iakah mesti seperti itu di jalan cinta?
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 3 September 2011, 1,38 dini hari (WITA)
Cara Aku Memuisikanmu
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 30 Agustus 2011
Label:
puisi cinta,
puisi rindu
/
Comments: (0)
Tlah bertahun kita rekat asmara
Dan kini, dengan segala penuh, dengan segala hati
Aku tuliskan dalam puisi cinta, yang nyala, untukmu
Seperti saat berdua kita susuri pematang sawah
Dan aku gandeng tanganmu agar tak jatuh
Sampai di sebuah gubug, yang ada di sana, di sawah itu
Memaknai burung berkericau diantara padi menguning
:”lihat burung pipit mematuki bulir padi,
dan padi merunduk begitu syahdu.” Katamu, bersandar di bahuku
:”Jika burung pipit itu engkau,
aku relakan dalam kehidupan, ini diri menjadi padi,
yang merunduk, dalam sunyi,
yang nyanyi”
Maka, jadilah puisi cinta
Engkau
_________________________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit 31 Agustus 2011
Dan kini, dengan segala penuh, dengan segala hati
Aku tuliskan dalam puisi cinta, yang nyala, untukmu
Seperti saat berdua kita susuri pematang sawah
Dan aku gandeng tanganmu agar tak jatuh
Sampai di sebuah gubug, yang ada di sana, di sawah itu
Memaknai burung berkericau diantara padi menguning
:”lihat burung pipit mematuki bulir padi,
dan padi merunduk begitu syahdu.” Katamu, bersandar di bahuku
:”Jika burung pipit itu engkau,
aku relakan dalam kehidupan, ini diri menjadi padi,
yang merunduk, dalam sunyi,
yang nyanyi”
Maka, jadilah puisi cinta
Engkau
_________________________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit 31 Agustus 2011
Hari Kemenangan
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual kontemplatif
/
Comments: (0)
menujuMU
segala amarah sirna terbakar
segala cinta terbang beriring
aku;mereka seperti awal
berkhalwat kembali di rumah hati
menujuMu
cahaya perbedaan serupa anasir kerohanian
lentera yang menerangi sisi gelap
dimana aku;mereka
kembali mengikat hati
di tempat paling hakiki
di kalbu, di Engkau
menujuMU
segala sunyi, segala hening
aku;mereka serupa daun
jatuh ingin menjadi humus
di tanah. Engkau
___________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit 30 August 2011
anasir ; sesuatu (orang, paham, sifat, dsb) yang menjadi bagian dari atau termasuk dalam keseluruhan (suasana, perkumpulan, gerakan, dsb)
berkhalwat ; mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah, dsb
segala amarah sirna terbakar
segala cinta terbang beriring
aku;mereka seperti awal
berkhalwat kembali di rumah hati
menujuMu
cahaya perbedaan serupa anasir kerohanian
lentera yang menerangi sisi gelap
dimana aku;mereka
kembali mengikat hati
di tempat paling hakiki
di kalbu, di Engkau
menujuMU
segala sunyi, segala hening
aku;mereka serupa daun
jatuh ingin menjadi humus
di tanah. Engkau
___________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit 30 August 2011
anasir ; sesuatu (orang, paham, sifat, dsb) yang menjadi bagian dari atau termasuk dalam keseluruhan (suasana, perkumpulan, gerakan, dsb)
berkhalwat ; mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah, dsb
Tentang Sosok Ayah
Diposting oleh
Imron Tohari
on Senin, 29 Agustus 2011
Label:
puisi cinta,
puisi rindu
/
Comments: (0)
pernah aku berfikir kenapa
di matanya matahari merurut peluh
juga asa yang berkhalwat
---di rahim ibu
lalu satu satu uban di rambutnya bercerita
tentang lelaki yang merelakan dirinya dijadikan kuda-kudaan
dan senyumnya itu tangan serupa midas
mengubah tangis dengan bersandar doa
bagi anaknya
---sepenuh mestika
________________________________________
@ Imron Tohari, lifespirit 18 Juni 2010
di matanya matahari merurut peluh
juga asa yang berkhalwat
---di rahim ibu
lalu satu satu uban di rambutnya bercerita
tentang lelaki yang merelakan dirinya dijadikan kuda-kudaan
dan senyumnya itu tangan serupa midas
mengubah tangis dengan bersandar doa
bagi anaknya
---sepenuh mestika
________________________________________
@ Imron Tohari, lifespirit 18 Juni 2010
KETULUSAN
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Saat kemarau
Maka, kuairi sawah
Jika hujan
Aku jelau hari dengan asmara
Oh, Tuhan
Di luas sawah, cuaca yang tak tentu
Biar tumbuh, biar isi
Tiada henti kupupuk dengan peluh doa
Kusiangi rumput-rumput liar
Dengan apa lagi mesti kulukis cinta
Anakku, asaku serunduk padi
________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 30 Agustus 2011, 24.18 WITA
jelau; tengok; menengok
Maka, kuairi sawah
Jika hujan
Aku jelau hari dengan asmara
Oh, Tuhan
Di luas sawah, cuaca yang tak tentu
Biar tumbuh, biar isi
Tiada henti kupupuk dengan peluh doa
Kusiangi rumput-rumput liar
Dengan apa lagi mesti kulukis cinta
Anakku, asaku serunduk padi
________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 30 Agustus 2011, 24.18 WITA
jelau; tengok; menengok
Perahu Kertas
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 28 Agustus 2011
Label:
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Perahu Kertas
Di lipatan kertas kerjaku,
banyak orang merayu
Aku melihat mereka berlomba,
memberiku gula-gula
Tapi, di sisi lain
Kulihat anakku,
bermain perahu kertas, warna-warni
Tapi, saat kuperhatikan wajah anakku,
ada retak di bulat matanya,
ada getir di ceria senyumnya,
Kulihat bibir ianya, anakku,
sebentar bergetar, sebentar berdoa
“Oh, Tuhan
Setiap kelahiran telah tertulis Rezki-Mu
Tapi kenapa Engkau merdekakan bulu lentik kekasih,
mengerling, menujah kalbu : mati ?” Bisik ianya
Bergetar, bergetar
Berdoa, berdoa
Hingga lalu
Menjadi aku
___________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 23 August 2011
Di lipatan kertas kerjaku,
banyak orang merayu
Aku melihat mereka berlomba,
memberiku gula-gula
Tapi, di sisi lain
Kulihat anakku,
bermain perahu kertas, warna-warni
Tapi, saat kuperhatikan wajah anakku,
ada retak di bulat matanya,
ada getir di ceria senyumnya,
Kulihat bibir ianya, anakku,
sebentar bergetar, sebentar berdoa
“Oh, Tuhan
Setiap kelahiran telah tertulis Rezki-Mu
Tapi kenapa Engkau merdekakan bulu lentik kekasih,
mengerling, menujah kalbu : mati ?” Bisik ianya
Bergetar, bergetar
Berdoa, berdoa
Hingga lalu
Menjadi aku
___________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 23 August 2011
KEKASIH
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 27 Agustus 2011
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
KEKASIH
beberapa kali ombak menerpa bahtera
jika sekali ini ianya, ombak itu, datang lagi
engkau mesti tetap tabah,o, kekasih
di samudra kehidupan
agar menemu simpul-simpul takdir
biar ini diri menyelam di kedalamannya
walau aku ditelan ombak;tenggelam, ikhlaskan
karena untuk itulah aku menjadi imammu
berharap tak lagi kulihat retak
bola matamu,o,kekasih
( “Kekasih” by Imron Tohari – lifespirit 27 August 2011, 22.11 WITA )
beberapa kali ombak menerpa bahtera
jika sekali ini ianya, ombak itu, datang lagi
engkau mesti tetap tabah,o, kekasih
di samudra kehidupan
agar menemu simpul-simpul takdir
biar ini diri menyelam di kedalamannya
walau aku ditelan ombak;tenggelam, ikhlaskan
karena untuk itulah aku menjadi imammu
berharap tak lagi kulihat retak
bola matamu,o,kekasih
( “Kekasih” by Imron Tohari – lifespirit 27 August 2011, 22.11 WITA )
Jiwa yang Pencar
Diposting oleh
Imron Tohari
on Rabu, 24 Agustus 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
o, kekasih
di pinggir pantai
kulihat sebongkah karang sepi sendiri
ombak menghantam. buih-buih
pencar, menyerpih
terbang bersama angin
bertanyatanya cinta
aku serupa menakar rasa
kebencian dan kerinduan
ketulusan juga kemunafikan
pada jiwa yang sunyi,o,kekasih
sebongkah karang itu
tadinya tegar
kini tenggelam tak berdaya
o,kekasih
ketakutan menyadarkan jiwa
jika malam adalah malam penuh misteri
adakah bedanya ada dan tiada debur ombak
saat aku bakar nafas agar merambat ke langit
tapi angin meniupnya
---pencar !
________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 10 Juli 2010
di pinggir pantai
kulihat sebongkah karang sepi sendiri
ombak menghantam. buih-buih
pencar, menyerpih
terbang bersama angin
bertanyatanya cinta
aku serupa menakar rasa
kebencian dan kerinduan
ketulusan juga kemunafikan
pada jiwa yang sunyi,o,kekasih
sebongkah karang itu
tadinya tegar
kini tenggelam tak berdaya
o,kekasih
ketakutan menyadarkan jiwa
jika malam adalah malam penuh misteri
adakah bedanya ada dan tiada debur ombak
saat aku bakar nafas agar merambat ke langit
tapi angin meniupnya
---pencar !
________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 10 Juli 2010
RINDU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 21 Agustus 2011
Label:
puisi cinta,
puisi rindu,
puisi romantik relegi
/
Comments: (0)
Mesti bagaimana kupuisikan rindu,o,cintaku?
Di rembang petang suara jangkrik bersahutan
Kemerisik daun bambu bergesek
Tanpamu,hati resah, pikiran mengawang
Membawa namamu ke peraduan mimpi
Mesti bagaimana lagi kupuisikan rindu ini,o,cintaku?
Dengan puisi cintakah yang baitnya bercerita tentang
Dedaunan di pagi hari berselimut embun
Ataukah puisi doa yang gemanya tinggi menjulang
Menerobos malam,mengetuk-ngetuk pintu langit
Berharap berkah ruh suci, di larik namamu
Duhai wahai kekasihku,o,cintaku
Di kalbu, engkau cahya
Bisik katamu, nyala yang api
____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 21 August 2011
Di rembang petang suara jangkrik bersahutan
Kemerisik daun bambu bergesek
Tanpamu,hati resah, pikiran mengawang
Membawa namamu ke peraduan mimpi
Mesti bagaimana lagi kupuisikan rindu ini,o,cintaku?
Dengan puisi cintakah yang baitnya bercerita tentang
Dedaunan di pagi hari berselimut embun
Ataukah puisi doa yang gemanya tinggi menjulang
Menerobos malam,mengetuk-ngetuk pintu langit
Berharap berkah ruh suci, di larik namamu
Duhai wahai kekasihku,o,cintaku
Di kalbu, engkau cahya
Bisik katamu, nyala yang api
____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 21 August 2011
Dalam Doa
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 20 Agustus 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
lukisan by google
Dalam Doa
Ramadhan
Ini waktu menginjak hari ke 21
Biji-biji tasbih ranum embun ma’rifat
Alam kian menyemesta
O, Tuhanku
Cahaya maha Cahaya
Degup jantung ini demikian kencang
Airmata leleh
Dalam ketidak mahaberdayaan
Jiwa yang pencar
Tersungkur
O, Tuhanku
Cahaya maha Cahaya
Biar terbata membaca kitabMu
Hati cintaku kian menggebu
Menyebut asmaMU
_________________________________________
@Imron Tohari – lifespirit 20 August 2011
Dalam Doa
Ramadhan
Ini waktu menginjak hari ke 21
Biji-biji tasbih ranum embun ma’rifat
Alam kian menyemesta
O, Tuhanku
Cahaya maha Cahaya
Degup jantung ini demikian kencang
Airmata leleh
Dalam ketidak mahaberdayaan
Jiwa yang pencar
Tersungkur
O, Tuhanku
Cahaya maha Cahaya
Biar terbata membaca kitabMu
Hati cintaku kian menggebu
Menyebut asmaMU
_________________________________________
@Imron Tohari – lifespirit 20 August 2011
Jalan Hakikat
Diposting oleh
Imron Tohari
on Rabu, 17 Agustus 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari literature.wordpress.com
Jalan Hakikat
Ku-titipkan
kepedihan
kesukaan
pada awal
pada akhir
Di sana …
aku dan kekasih tiada
menyatu
pada keadaan
membebaskan roh jiwa melangkah
dalam lorong-lorong kematian
Di ladang Kekasih
o,ketakutan itu serupa biji palawija
berebut tumbuh
dengan hasrat yang api
menjadikan airmata langit mengalir
mengkristal
menjadi segumpal hati
dan ianya, airmata langit itu
kekasih
aku
_________________________________________
@ lifespirit 19 January 2009/rev 17 Agustus 2011
Jalan Hakikat
Ku-titipkan
kepedihan
kesukaan
pada awal
pada akhir
Di sana …
aku dan kekasih tiada
menyatu
pada keadaan
membebaskan roh jiwa melangkah
dalam lorong-lorong kematian
Di ladang Kekasih
o,ketakutan itu serupa biji palawija
berebut tumbuh
dengan hasrat yang api
menjadikan airmata langit mengalir
mengkristal
menjadi segumpal hati
dan ianya, airmata langit itu
kekasih
aku
_________________________________________
@ lifespirit 19 January 2009/rev 17 Agustus 2011
Puisi Paling Manis
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi kebangsaan
/
Comments: (0)
lukisan by google
Di alam imajiner
aku kumpulkan 66 penyair terbaik
untuk menulis satu puisi kemerdekaan paling manis
Serempak mereka berkata
: tak akan pernah tercipta puisi kemerdekaan paling manis
jika negeri ini
di kedai-kedai hati penguasa
cawan-cawan cinta retak
berserak
tanpa bening airmata
o, Kekasih.
( "Puisi Paling Manis" by lifespirit 17 Agustus 2011 )
Di alam imajiner
aku kumpulkan 66 penyair terbaik
untuk menulis satu puisi kemerdekaan paling manis
Serempak mereka berkata
: tak akan pernah tercipta puisi kemerdekaan paling manis
jika negeri ini
di kedai-kedai hati penguasa
cawan-cawan cinta retak
berserak
tanpa bening airmata
o, Kekasih.
( "Puisi Paling Manis" by lifespirit 17 Agustus 2011 )
Epilog "KATARSIS" Karya Hadi Napster
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 11 Agustus 2011
Label:
Esai : Sebuah Epilog dari KATARSIS karya Hadi Napster
/
Comments: (0)
Membaca “KATARSIS” by lifespirit
Ketidaksempurnaan dan kerusakan, yang terlihat di mana pun,
semuanya adalah cerminan keindahan.
Pengatur tulang, di manakah dia dapat mencoba ketrampilannya
kalau bukan pada persendian yang patah? Penjahit di mana?
Tentunya bukan pada busana siap yang indah potongannya.
Bila tiada tembaga kasar ditempat peleburan,
bagaimana ahli kimia dapat mempertunjukan keahliannya? (Jalaluddin Rumi)
Penciptaan karya sastra puisi,sajak,syair, merupakan hasil dari suatu proses pengamatan dan atau bahkan pengalaman pribadi penulisnya yang selanjutnya memantik simpul-simpul kejiwaan/pyscologis dan atau menyentuh sisi kerohanian pengkarya cipta (Baca:Penyair) yang disampaikan dalam bentuk lisan dan atau tulis, dengan suatu tujuan memberi kebaharuan piker pada dirinya pribadi selaku pemilik fisik karya, serta pada penghayat/penikmat baca selaku pemilik hak atas makna yang ditangkap dari symbol-symbol bahasa yang tersirat pun tersurat pada tubuh karya secara utuh dalam menyikapi serta memandang hakikat kehidupan di masa depan.
Penulis puisi/sajak ( untuk selanjutnya akan saya sebut penyair ), ketika menulis sebuah karya atas dasar pengalaman pribadi dan atau pengamatan terhadap kondisi sekelilingnya yang didasari dengan penghayatan yang benar-benar keluar dari bilik hati terdalam, akan melahirkan suatu karya puisi yang bernas (baca: berjiwa) dan mampu menghisap pembaca atau penghayat untuk masuk kedalam ruh makna puisi yang dibacanya, yang selanjutnya akan menarik piker kekinian penghayat dalam memaknai hakikat kehidupan yang memancarkan sinergis positip.
Memang kita tidak pernah tahu apakah puisi yang diciptakan penulisnya hanya merupakan olahan imaji serta hanya berlandaskan teknik kemampuan menyusun bahasa indah sahaja, atau apakah puisi tersebut dicipta berdasarkan perpaduan imaji piker pencipta karya yang dilandasi juga nilai-nilai hirarki kejujuran rasa piker pun ketulusan hati dalam melahir karya tersebut. Tapi biasanya karya puisi yang hanya ditulis berdasarkan imaji dan mengandalkan teknik keindahan bahasa saja, akan kering makna. Dalam pengertian tidak akan meninggalkan kesan yang mendalam pada penikmat baca.
Dan membaca beberapa puisi Hadi Napster yang tergabung dalam kumpulan buku puisi bertajuk “KATARSIS”, saya selaku penghayat langsung dihadapkan pada dunia renung spiritual transcendental, baik secara horizontal ( manusia dengan manusia, manusia dengan alam berserta segala elemen penyertanya ), maupun secara vertical ( hubungan manusia dengan Tuhannya beserta segala misteri yang menyelingkupinya ). Bahkan pada beberapa puisinya, imaji rasa saya berseakan disedot pada suatu pusaran duka yang teramat sangat atas sesuatu hal ketidaksempurnaan kehidupan yang tengah dialaminya, namun pada kondisi tertentu, tiba-tiba imaji rasa saya berseakan ditarik keluar untuk selanjutnya diajak masuk kedalam dunia renung yang maha dalam akan hakikat kehidupan yang sebenarnya. Dan hal tersebut saya rasakan pada puisinya yang berjudul “Hikayat Malam”, “ Puja”, “Singgasana Remang”, dan “Katarsis”.
Saya tukilkan dua puisi termaksud yang saya katakan di atas :
di atas kertas buram
kucipta dosa menyairmu diam-diam
tiada sendiri pernah dambakan malam padam
selayun bulan bahkan masih cumbui berang dendam
ke mana hilangmu karam?
ah, teruk nian mata kan pejam
sebab pilunya serupa jeram
mengubur hamba ke genggam sekam
namun tetap jiwa semayam
padaNya jua segala paham
( Petikan bait 1,3,4 puisi “Hikayat Malam”)
Pagi masih buta
Sajakku telah bergelut dendang surga
Mencari mantra di antara sembab luka
Tak ada !
Lalu beringsut ke candu zina
Ratapi dusta dan nikmat dunia
Oh, betapa teruk dahaga
Pagi masih buta
Kekasihku mengirim sepatah kata
Rindu membuncah dara
Cinta nyala !
( Puisi lengkap “P U J A” )
Bukan itu saja, bahkan pada beberapa puisinya yang bertemakan tanah air, saya merasakan detak duka (baca:keprihatinan) Hadi Napster pada kondisi kekinian negeri tercinta di mana dia berpijak, dan agar olah rasa pikernya bisa diserap penikmat baca dengan mudah, Hadi Napster menuangkannya dengan bahasa lugas nan membumi namun tetap menjaga estetika bahasa, seperti pada puisinya yang berjudu BALADA WNI, IKHTISAR SUJUD HAMBA, KASIDAH POJOK NURANI.
Dalam meneriakkan kegalauan rasa akan kondisi Negeri tercinta ini, Hadi Napster tidak lantas mengumbar emosi yang meledak-ledak dalam penyampaian kata, seperti yang sering kita temui pada karya-karya puisi dengan tema sejenis yang dituang semodel puisi pamphlet, Namun justru Hadi Napster di sini seakan ingin menunjukan kalau model tuang puisi pamphlet dengan tema tanah air bisa juga disampaikan dengan lembut dan indah dalam balutan rima, yang justru daya hisapan imaji rasa ke penghayat kian bunyi.
BALADA WNI
koarku dari kampung
seantero negeri kian linglung
tabur harap, hampar doa, kepada mendung
gaung proklamasi ranggas diterpa magrur beliung
janin-janin mati bingung !
sebab ibu mulai bosan mengandung
apa kabar, Pancasila?
katanya kau tak sedang baik-baik saja
terpingit tirau reot jambar bangsaku nan kaya
tangis pecah buncah, rakyat gelisah orion entah ke mana
jawab tuan ; besok saja !
malam ini jadwal nonton chaiyya-chaiyya
para suami lesu murung
mengeja kasih Tuhan yang agung
sang istri pasrah membuang diri ke semenanjung
di pengap panti asuhan, anaknya asyik belajar berhitung
sampan karam, patah pula dayung
padahal kami warga tanah pertiwi adiluhung
maladaptasi racuni nusantara
lelah mahasiswa teriak membabi buta
guru-guru honor tercekam wabah insomnia
pupus keadilan terlindas titah parlemen sarat amnesia
jutaan luka duka, tetap satu cinta
benyanyi kita bersama : “hiduplah Indonesia raya...”
Bandung, 14 Mei 2011
IKHTISAR SUJUD HAMBA
Perseteruan pagi
Mimpi-mimpi ambruk menyerta gravitasi
Kian senjang jejal doa dan wangi bangkai
Lantas aleksia rasuki otak-otak eselon negeri
Pertanda adiwangsa mati suri?
O, makhluk bumi
Maulaya, hamba, ahlulkubur, dengki!
Mengapa kalian tidur di ibtida darma duniawi?
Telah habis seloka pujangga
Afwah moyang terkapar ratapi gugurnya kembang akasia
Pancaroba menggila, jangkiti nadi mayapada
Remukkan setiap sembada
Menista akmalNya laksana aedes menguras darah manusia
Sementara roh semakin jauh dari nafas raga
Bergelantung di selayun ladang janji sarat dusta
Harapkan bangsa masih menyimpan sedikit skenario melodrama
Puisi-puisi terlalap api
Sibuk berdiksi tentang cinta, pun ajnas merah birahi
Mujtamak diabai, ikram ahadiatNya terludahi
Sebab kebanyakan akademisi asyik bermain filosofi
Lalu bagaimana akhwan kami?
Adakah mereka sadar pada ketamakan yang terjejali?
Atau kelak tercipta lagi dagelan baru di sini?
Ah, andaikata taibah ahsan sedikit saja menghampiri
Tentulah nurani tak akan terkubur oleh ambisi
Pertikaian senja
Malam-malam lupa rahim ibu seketika
Nisan ayah melarung duka saksikan tawa warnai zina
Pun bilamana jiwa ronta, apalah daya?
Zakiah surga tinggal cerita
Seminau kitab terpanggang bara di alam baka
Sakral apa masih pantas dipuja?
Yogyakarta, 26 Maret 2011
KASIDAH POJOK NURANI
pergilah kepada bara
taburkan abu nyanyi sunyi
bila mendung rintih kekasih
sedikit rindu barangkali
datanglah kepada malam
jadikan gelap rindang terang
jika mimpi pecah pepatah
tangisan negeri bisa jadi
pergilah kepada luka
jadikan darah rampai rangkai
ketika adil berpihak letak
kenanglah ibu sesekali
datanglah kepada nisan
lantunkan doa degup letup
kala cinta mewujud sujud
di hatiNya kita sembunyi
Jakarta, 21 Februari 2011
Mencermati isi dan judul buku “Katarsis”, yang berdasarkan KBBI bermakna setara dengan penyucian diri yang membawa pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan; cara pengobatan orang yang berpenyakit saraf dengan membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dengan bebas; kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan atau pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis, tampak sekali pada karya-karyanya yang terangkum pada buku kumpulan puisi bertajuk “KATARSIS”, Hadi Napster melalui bahasa-bahasa kias ingin menyampaikan pada penikmat baca bahwasannya dalam setiap kehidupan, baik itu kehidupan yang berkaitan dengan hubungan antar kekasih, kehidupan bernegara, dan atau bahkan kehidupan pribadi individu yang tentunya tidak luput dari segala coba duka nestapa, namun tidaklah patut untuk kita terus meratapi ketidak sempurnaan kehidupan ini, karena justru dari adanya ketidak sempurnaan itu banyak hal yang bisa kita perbuat menjadi baik bagi diri secara pribadi maupun bagi sesama secara keseluruhan dari hakikat hidup yang sebenar-benarnya, seperti yang dia tulis pada bait awal puisinya yang judulnya sekaligus dijadikan tajuk kumpulan antologi puisi tunggalnya ini, seperti yang saya petikkan di bawah ini :
ketika padaku fukara bertanya
di mana nila sejuk telaga?
lelehkan sejenak lara
( Bait pertama dari puisi berjudul “KATARSIS” )
Dan sontak bait pertama puisi ini mengingatkan saya pada makna yang terkandung dalam salah satu puisi penyair sufi Jalaluddin Rumi yang bertajuk “HIKMAH KETIDAKSEMPURNAAN ; Jalaluddin Rumi : Ajaran Dan Pengalaman Sufi, Reynold A. Nicholson, Penerbit Pustaka Firdaus,1993”
Ketidaksempurnaan dan kerusakan, yang terlihat di mana pun,
semuanya adalah cerminan keindahan.
Pengatur tulang, di manakah dia dapat mencoba ketrampilannya
kalau bukan pada persendian yang patah? Penjahit di mana?
Tentunya bukan pada busana siap yang indah potongannya.
Bila tiada tembaga kasar ditempat peleburan,
bagaimana ahli kimia dapat mempertunjukan keahliannya? (Jalaluddin Rumi)
Dan bukan tidak ada alasan bila saya sertakan diawal tulisan ini satu bait karya penyair sufi Jalaluddin Rumi, tersebab Semakin saya masuk ke dalam alam kontemplatif karya puisi Hadi Napster yang tergabung dalam “ Katarsis, saya selaku penikmat baca tanpa sadar dihisap dalam dunia renung yang begitu hening, dan dalam keheningan imaji rasa saya tersebut, saya berseakan bersentuhan dengan denyut kegelisahan penyair akan sesuatu hal yang dirasa menjadi beban berat untuk ianya (baca: aku lirik) dalam menangung ketidak sempurnaan yang ada pada diri aku lirik tersebut, dan tiba-tiba pada keadaan lain kesadaran aku lirik seakan membetot imaji rasa saya selaku penikmat baca masuk kedalam suatu pusaran yang begitu cepat dan membentuk suatu lorong yang kian mengerucut ke dalam dunia renung akan hakikat kebesaran Tuhan dan kita sebagai umatNya sudah semestinya tabah serta tawakal menjalani lelaku hidup seperti yang telah digariskan.
Dalam keadaan yang serba gelisah akan apa yang tengah dihadapinya sebagai cobaan Allah SWT, Hadi Napster yang tiga tahun lalu telah divonis dokter mengidap penyakit kangker otak (saya mewartakan penyakit yang diindap penulis ini bukan bermaksud untuk mengharubirukan keadaan yang bersangkutan, namun semata saya menuliskan hal tersebut di sini, dengan suatu harapan bisa dipetik nilai-nilai semangat penulis yang tidak menyerah oleh keadaan atas kesehatannya selama ini untuk berkarya cipta, sekaligus untuk pencarian jalan kebenaran menuju kedekatan cinta pada Allah SWT ).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Teeuw : “Sastra adalah jalan keempat untuk mencari kebenaran, setelah agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.” , melalui gurat karyanya ini Hadi Napster ingin berbagi untuk jiwanya yang letih dan juga bagi pembaca yang mungkin menghadapi cobaan yang sama seperti halnya dirinya, agar tetap tabah serta tawakal, tetap yakin bahwa ketidak sempurnaan yang ada pada diri tidak menutup jalan menuju kebaikan bagi sesama dan juga kebaikan hakiki di jalan Tuhan.
Salam lifespirit!
Imron Tohari _ lifespirit, 17 Juni 2011
Mengenang Esais,Penyair, sekaligus Penggiat Sastra Cyber Loektamadji A Poerwaka (
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 02 Agustus 2011
Label:
Esai Loektamadji A Poerwaka (Almarhum) pada karya "Hakikat do yang do "
/
Comments: (1)
Hakikat do yang do
do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido
hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada
@ lifespirit , 27 Januari 2009, editing by DaveSky
Menikmati puisi Imron Tohari (IT) “ Hakikat do yang do”
Katakanlah “Hakikat do yang do” adalah “sesuatu”, lalu bagaimana sesuatu akan didiskripsi. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendiskripsi sesuatu itu secara lengkap sehingga sesuatu itu hanya ada sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Engkau tentu akan bertanya mengapa? Selalu saja manusia berkaitan dengan yang ada bukan yang tidak ada. Katakanlah puisi IT ini, adakah ada dari yang tidak ada lalu menjadi ada atau dari yang ada menjadi ada. Saya berpendapat kalau puisi ini ada dari yang ada. Ada dapat menyangkal dengan membuat argumentasi “Tadinya kan tidak ada puisi seperti ini di dunia, kemudian IT menggubahnya menjadi ada, jadi puisi IT ini ada dari yang tidak ada”. Coba kita tanya lebih lanjut bukankah adanya puisi ini karena adanya IT, adanya IT karena ada air,ada tanah, ada api, ada kayu dan segala ada yang lainnya. Pada ujungnya, segala ada karena ada yang yang selalu ada, yaitu yang Maha Ada.
Kembali kepada pembicaraan. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendeskripsikan sesuatu itu lengkap sehingga sesuatu itu hanya sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Katakanlah yang mudahnya adalah gula. Apa itu gula, dari segi bentuk kita dapat mengatakannya sebagai butir, tepung atau lainnya. Dari segi warna kita dapat mengatakannya sebagai putih, coklat, merah dan atau lainnya. Dari segi rasa kita dapat mengatakannya sebagai manis. Dari segi nama kita dapat mengatakannya sebagai gula pasir, gula merah, gula coklat, gula batu, gulai bit, sakarin, dan lainnya. Apakah kalau kita sudah mengetahui semua itu lalu kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa sesuatu yang seperti itu adalah gula. Saya hanya mengatakan mungkin itu gula mungkin juga lainnya (bukan gula). Menurut saya apa yang kita bicarakan bukanlah “gula” tetapi “tentang gula”.
Lalu bagaimana kita dapat menyatakan sesuatu itu. Sesuatu tidak dapat dinyatakan karena hanya dapat didekati. Sesuatu itu hakikatnya transenden, melampaui semua kata kata atau diskripsi. Jalan termudah untuk menyatakan sesuatu itu apa, adalah dengan mempersepsi sesuatu itu melalui panca indra. Dengan cara seperti ini maka sesuatu akan menyatakan dirinya sendiri. Tentu cara ini akan merepotkan karena kalau kita ingin menjelaskan apa itu gajah maka harus ada gajahnya.
Cara lain menyatakan sesuatu adalah dengan menyatakan hal yang serupa misalnya merah adalah seperti warna apel, warna darah atau yang lainnya. Karena serupa tentu bukan yang sesungguhnya hanya mirip mirip saja. Cara lainnya lagi adalah dengan menyatakan bukannya. Seperti manusia adalah mahluk yang bukan hewan, bukan tumbuh tumbuhan, bukan benda mati dan bukan yang lainnya. Kalau bukannya dapat kita sebutkan semuanya maka diskripsi itu akan akurat karena sesuatu itu manjadi hanya sesuatu itu sendiri bukan lainnya.
Sekarang dengan pemikiran sebagaimana dipaparkan kita baca puisi IT yang saya kutip :
Hakikat do yang do
do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido
hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada
Imron Tohari menjudulkan puisinya sebagai “Hakikat do yang do”. Apakah “hakikat do yang do”, dijelaskan oleh IT bahwa hakikat do yang do adalah do, doremifasolasido. Do supaya dapat dikatakan ada maka harus dinyatakan melalui padangan dunia atau “world view” tentang do yaitu doremifasolsido. Doremifasolasido adalah dunia tempat tentang konsep do mengada. Tetapi Doremifasolasido tidak pernah mengetahui apa do itu. Hanya do pernah bersabda “jangan serupakan aku dengan apapun, atau engkau akan kumasukkan ke dunia siksa”. Sebagian doremifasolasido mematuhi dengan meyakini bahwa do adalah bukan bagian bagian dari doremifasolasido, bukan doremifasola, doremifaso dan seterusnya. Ditegaskan lebih lanjut bahwa do adalah do yang tak berbunyi do karena bunyi do adalah bagian dari doremifasolasido, do hanya penanda nada, atau kata.
Do adalah sesuatu yang tidak dapat dikatakan dan diserupakan do adalah do yang wolrd view tak pernah bisa mendiskripsikan. Do adalah pengada yang selalu ada yaitu yang Maha Ada atau Tuhan.
Selamat menikmati, dan saya harus mengucapkan terima kasih kepada mas Imron atas pembangkitan kepenasaranku.
Salam
Loektamadji
(17 Februari 2011)
Mengenang Penyair dan Esais rendah hati Bpk. Loektamadji Arief Poerwaka yang meninggal Awal Agustus 2011.
salam lifespirit!
Esai : PUISI SANJAK RIMA POLA TUANG 4444 ala lifespirit!
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 30 Juli 2011
Label:
Esai : Mengenalkan Puisi Rima Dengan Pola Tuang 4444
/
Comments: (0)
lukisan by google
Puisi Rima Dengan Pola Tuang 4444
Ragam karya sastra baik puisi, prosa,sajak, dst, akan kian membuka pintu kreasi bagi penggiat sastra,pecinta sastra dan atau pencipta karya sastra itu sendiri. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dalam estetika bahasa pun estetika maknanya mampu memicu olah rasa piker penghayat dalam menggali kedalaman makna yang tersemat pada tubuh karya tersebut secara utuh.
Tumbuh kembang seni sastra puisi dari zaman ke zaman senantiasa melahirkan tekhnik-tekhnik dalam kepenulisan karya puisi dan atau sajak, seperti halnya lahirnya tekhnik-tekhnik baru dalam penulisan prosa, baik itu yang benar-benar baru, maupun tekhnik yang merupakan sempalan dari pola-pola tuang yang sudah ada sebelumnya. Dan memang harus seperti itu adanya agar seni sastra kian kaya ragam serta tidak jalan di tempat (Kalau tidak boleh dikatakan “Menjemukan”).
Berbicara mengenai pola tuang dalam berkarya cipta puisi dan atau sajak, saya termasuk salah satu orang yang tidak mau terikat pada salah satu medium tuang karya ( walau beberapa orang berpendapat bahwa dengan satu medium tuang akan memperkokoh identitas pengkarya cipta di mata penikmat baca/penghayat ), tapi saya punya alasan pribadi untuk itu, yang mana hal ini berkaitan dengan kenyamanan saya dalam berkarya cipta sehingga dengan begitu saya pribadi berharap bisa menyampaikan idea tema dengan maksimal.
Dan boleh dikata dari ketidakkonsistenan pola tuang yang saya pakai dalam menghasilkan karya cipta puisi itulah pada akhirnya simpul kreatif saya terulik untuk menciptakan suatu karya puisi dengan pola tuang rima berpeluk 4444.
Puisi dengan pola tuang 4444 ini saya ciptakan atas dasar ketertarikan saya pada karya sastra sajak,syair,pantun yang berbasis akar budaya tanah leluhur yang kita cintai. Berawal dari sana saya tergelitik untuk membuat puisi rima dengan aturan yang boleh dikata tak lazim, karena pola ini terdiri dari serangkaian tautan kalimat yang per kalimatnya hanya terdapat 4 huruf pada kata/kalimat ( kata dasar ) ; 4 huruf dalam satu kata/kalimat, namun dalam satu kesatuan utuh tubuh karya, dan harus tetap memenuhi unsur sajak baik secara estetika bahasa pun secara estetika makna.
Sekali lagi perlu saya tekankan di sini, bahwasanya acuan dasar dari pola 4444 berakar dari sajak yang merupakan salah satu karya sastra budaya leluhur, namun begitu pada karya ini (yang selanjutnya saya sebut sebagai puisi pola 4444, lebih menitik beratkan pada jumlah huruf pada kata dan jumlah kata pada baris serta jumlah baris pada bait. Sedang saya pergunakan rima berpeluk semata untuk mendapatkan efec rima (metrum) saat dibaca. Satu lagi pada bacaan puisi pola 4444 dengan rima berpeluk. Pembaca akan mendapatkan efek gema. seakan kita ditarik lagi pada bunyi akhir awal bait. tarikan rima di baris awal bait dengan bunyi rima akhir dibaris akhir pada bait yang sama menciptakan suatu arus gravitasi kata dan atau gravitasi bahasa yang berseakan memantul dan menimbulkan bunyi yang bergema. Contoh: perhatikan efek gema yang ditimbulkan oleh rima yang saya beri tanda ( ) di bawah ini :
Pada jiwa yang la(ut)
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ik(ut)
Ahai! Loba bola ma(ta)
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi ka(ta)
Jadi dalam penggunaan rima tidak boleh asal mengejar bunyi saja, dalam pengertian "mengejar bunyi" yang saya maksudkan di sini, yaitu tidak hanya sekedar mencari kesamaan rima di akhir kalimat saja, padahal secara bentukan alur baris dan atau antar barisnya tidak saling terkait maksud/makna, jadi di sini yang saya maksudkan jangan hanya mengejar bunyi rimanya sahaja. Dan mengenai asonansi; perulangan bunyi vokal dalam deretan kata dan atau penggunaan aliterasi ; pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan, tidak mesti harus, yang pasti dasar pemikiran penciptaan karya ini sesuai dengan yang saya katakan diatas mengacu dari pola tuang sastra melayu pujangga lama tidak menyimpang dari pola rima berpeluk/berpaut, dan yang pasti tidak menyimpang aturan pola 4444.
Perihal jumlah huruf pada kata, akhirnya saya juga mendapati suatu kemungkinan baik atas elastisitas bahasa, dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa ditolerir, bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat dan atau nama orang, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara dst.
Dan pada akhirnya, semoga puisi pola 4444 ini tidak memberi dampak negative bagi tumbuh kembangnya sastra tanah air, namun justru saya berharap pola tuang sanjak rima 4444 ini memberi inspirasi walau sekiranya hanya serupa titik bagi penggiat sastra tanah air dan atau pecinta sastra dalam membawa sastra ke puncak ketinggian bahasa. Insyaallah. Amin3x
KUMPULAN PUISI POLA 4444 ala lifespirit
1) Sang Naga
Naga emas para Dewa
Liuk laun naik ke mega
Suci laku suci kata
Budi baik arak jiwa
Hong! fana pada akar
Inti kata pada arti
Bila tahu laba rugi
Jauh l dari aku ular
Pada bayu, kata Naga
Kamu Hong saya nari
Saya nepi jika duri
Fana, rugi atau laba?
Bila hati satu rasa
Hari hari luah suka
Lupa lara juga duka
Tuan, Nona, ikat kala
______________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 8 July 2011
2) Yang Satu
: Prof. Dimas Arika Miharja
Ayah, pada laku usia
Usai baca duka hati
Budi, ilmu pada arti
Atma baik sepi luka
Kata ayah, akal fana
Kala kita haus ilmu
Biar jauh dari semu
Buka luas mata jiwa
Ayah, pada saat pilu
Kamu ikat luka lara
Kamu tata suka cita
Agar hati jadi padu
Kata ayah, umur, saru
Kini pada sisa usia
Bila bila tiba masa
Puja puji pada Satu
__________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit rev.5 July 2011
3) Pada Lima
Kala pati dera jiwa
Akal budi jadi mati
Bila haus puja puji
Hati buta mati rasa
Bila umat taat adat
Jauh cela jauh dosa
Biar raya biar jaya
Jaga niat yang kuat
Hayo kita sama laju
Ajak mata juga atma
Jaga tata pada lima
Pada niat yang Satu
Agar jauh duka lara
Laku baik saka diri
Bila padu visi misi
cita cita luah suka
( lifespirit 2009 rev. 5 July 2011 )
4) Ohai!
Pada jiwa yang laut
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ikut
Ahai! Loba bola mata
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi kata
Tapi, bila baik iman
laku diri akan taat
Pada tuju kian giat
Hari hari elok nian
Ohai! Nona mata jeli
Buka mata buka hati
Jaga laku jaga diri
Maut;ajal, satu kali
_______________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 6 July 2011
je•li a 1 elok dan bercahaya (tt mata)
Karakter dasar penciptaan karya puisi pola 4444 ini, didasari :
4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris, , ( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke )
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak rima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.
5) Mati Suri
Pagi! Indonesia yang seri
Duka nian kamu Indonesia
Padi padi jadi bara
Lima sila jadi duri
Pada hati kami kata
Sila jadi meja judi
Para Tuan lupa diri
Jiwa jiwa luka: Kita?
Di Kota juga Desa: Sama
Sana sini gila uang
Meja meja gila Gong
Kini mati suri Indonesia
Di Masjid;Gereja;Pura;Vihara
Nada, sepi gema;bisu
Daun hati yang layu
Tapi, nadi kita Indonesia
_____________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 9 July 2011
Karakter dasar penciptaan karya puisi pola 4444 ini, didasari :
4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris, , ( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke )
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak rima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.
Indonesia; walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata, bisa di tolerir, sebab Ianya menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara
si•la n 1 aturan yg melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; 2 kelakuan atau perbuatan yg menurut adab (sopan santun); 3 dasar; adab; akhlak; moral: -- dalam Pancasila saling terkait
Puisi Rima Dengan Pola Tuang 4444
Ragam karya sastra baik puisi, prosa,sajak, dst, akan kian membuka pintu kreasi bagi penggiat sastra,pecinta sastra dan atau pencipta karya sastra itu sendiri. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dalam estetika bahasa pun estetika maknanya mampu memicu olah rasa piker penghayat dalam menggali kedalaman makna yang tersemat pada tubuh karya tersebut secara utuh.
Tumbuh kembang seni sastra puisi dari zaman ke zaman senantiasa melahirkan tekhnik-tekhnik dalam kepenulisan karya puisi dan atau sajak, seperti halnya lahirnya tekhnik-tekhnik baru dalam penulisan prosa, baik itu yang benar-benar baru, maupun tekhnik yang merupakan sempalan dari pola-pola tuang yang sudah ada sebelumnya. Dan memang harus seperti itu adanya agar seni sastra kian kaya ragam serta tidak jalan di tempat (Kalau tidak boleh dikatakan “Menjemukan”).
Berbicara mengenai pola tuang dalam berkarya cipta puisi dan atau sajak, saya termasuk salah satu orang yang tidak mau terikat pada salah satu medium tuang karya ( walau beberapa orang berpendapat bahwa dengan satu medium tuang akan memperkokoh identitas pengkarya cipta di mata penikmat baca/penghayat ), tapi saya punya alasan pribadi untuk itu, yang mana hal ini berkaitan dengan kenyamanan saya dalam berkarya cipta sehingga dengan begitu saya pribadi berharap bisa menyampaikan idea tema dengan maksimal.
Dan boleh dikata dari ketidakkonsistenan pola tuang yang saya pakai dalam menghasilkan karya cipta puisi itulah pada akhirnya simpul kreatif saya terulik untuk menciptakan suatu karya puisi dengan pola tuang rima berpeluk 4444.
Puisi dengan pola tuang 4444 ini saya ciptakan atas dasar ketertarikan saya pada karya sastra sajak,syair,pantun yang berbasis akar budaya tanah leluhur yang kita cintai. Berawal dari sana saya tergelitik untuk membuat puisi rima dengan aturan yang boleh dikata tak lazim, karena pola ini terdiri dari serangkaian tautan kalimat yang per kalimatnya hanya terdapat 4 huruf pada kata/kalimat ( kata dasar ) ; 4 huruf dalam satu kata/kalimat, namun dalam satu kesatuan utuh tubuh karya, dan harus tetap memenuhi unsur sajak baik secara estetika bahasa pun secara estetika makna.
Sekali lagi perlu saya tekankan di sini, bahwasanya acuan dasar dari pola 4444 berakar dari sajak yang merupakan salah satu karya sastra budaya leluhur, namun begitu pada karya ini (yang selanjutnya saya sebut sebagai puisi pola 4444, lebih menitik beratkan pada jumlah huruf pada kata dan jumlah kata pada baris serta jumlah baris pada bait. Sedang saya pergunakan rima berpeluk semata untuk mendapatkan efec rima (metrum) saat dibaca. Satu lagi pada bacaan puisi pola 4444 dengan rima berpeluk. Pembaca akan mendapatkan efek gema. seakan kita ditarik lagi pada bunyi akhir awal bait. tarikan rima di baris awal bait dengan bunyi rima akhir dibaris akhir pada bait yang sama menciptakan suatu arus gravitasi kata dan atau gravitasi bahasa yang berseakan memantul dan menimbulkan bunyi yang bergema. Contoh: perhatikan efek gema yang ditimbulkan oleh rima yang saya beri tanda ( ) di bawah ini :
Pada jiwa yang la(ut)
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ik(ut)
Ahai! Loba bola ma(ta)
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi ka(ta)
Jadi dalam penggunaan rima tidak boleh asal mengejar bunyi saja, dalam pengertian "mengejar bunyi" yang saya maksudkan di sini, yaitu tidak hanya sekedar mencari kesamaan rima di akhir kalimat saja, padahal secara bentukan alur baris dan atau antar barisnya tidak saling terkait maksud/makna, jadi di sini yang saya maksudkan jangan hanya mengejar bunyi rimanya sahaja. Dan mengenai asonansi; perulangan bunyi vokal dalam deretan kata dan atau penggunaan aliterasi ; pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan, tidak mesti harus, yang pasti dasar pemikiran penciptaan karya ini sesuai dengan yang saya katakan diatas mengacu dari pola tuang sastra melayu pujangga lama tidak menyimpang dari pola rima berpeluk/berpaut, dan yang pasti tidak menyimpang aturan pola 4444.
Perihal jumlah huruf pada kata, akhirnya saya juga mendapati suatu kemungkinan baik atas elastisitas bahasa, dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa ditolerir, bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat dan atau nama orang, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara dst.
Dan pada akhirnya, semoga puisi pola 4444 ini tidak memberi dampak negative bagi tumbuh kembangnya sastra tanah air, namun justru saya berharap pola tuang sanjak rima 4444 ini memberi inspirasi walau sekiranya hanya serupa titik bagi penggiat sastra tanah air dan atau pecinta sastra dalam membawa sastra ke puncak ketinggian bahasa. Insyaallah. Amin3x
KUMPULAN PUISI POLA 4444 ala lifespirit
1) Sang Naga
Naga emas para Dewa
Liuk laun naik ke mega
Suci laku suci kata
Budi baik arak jiwa
Hong! fana pada akar
Inti kata pada arti
Bila tahu laba rugi
Jauh l dari aku ular
Pada bayu, kata Naga
Kamu Hong saya nari
Saya nepi jika duri
Fana, rugi atau laba?
Bila hati satu rasa
Hari hari luah suka
Lupa lara juga duka
Tuan, Nona, ikat kala
______________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 8 July 2011
2) Yang Satu
: Prof. Dimas Arika Miharja
Ayah, pada laku usia
Usai baca duka hati
Budi, ilmu pada arti
Atma baik sepi luka
Kata ayah, akal fana
Kala kita haus ilmu
Biar jauh dari semu
Buka luas mata jiwa
Ayah, pada saat pilu
Kamu ikat luka lara
Kamu tata suka cita
Agar hati jadi padu
Kata ayah, umur, saru
Kini pada sisa usia
Bila bila tiba masa
Puja puji pada Satu
__________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit rev.5 July 2011
3) Pada Lima
Kala pati dera jiwa
Akal budi jadi mati
Bila haus puja puji
Hati buta mati rasa
Bila umat taat adat
Jauh cela jauh dosa
Biar raya biar jaya
Jaga niat yang kuat
Hayo kita sama laju
Ajak mata juga atma
Jaga tata pada lima
Pada niat yang Satu
Agar jauh duka lara
Laku baik saka diri
Bila padu visi misi
cita cita luah suka
( lifespirit 2009 rev. 5 July 2011 )
4) Ohai!
Pada jiwa yang laut
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ikut
Ahai! Loba bola mata
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi kata
Tapi, bila baik iman
laku diri akan taat
Pada tuju kian giat
Hari hari elok nian
Ohai! Nona mata jeli
Buka mata buka hati
Jaga laku jaga diri
Maut;ajal, satu kali
_______________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 6 July 2011
je•li a 1 elok dan bercahaya (tt mata)
Karakter dasar penciptaan karya puisi pola 4444 ini, didasari :
4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris, , ( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke )
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak rima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.
5) Mati Suri
Pagi! Indonesia yang seri
Duka nian kamu Indonesia
Padi padi jadi bara
Lima sila jadi duri
Pada hati kami kata
Sila jadi meja judi
Para Tuan lupa diri
Jiwa jiwa luka: Kita?
Di Kota juga Desa: Sama
Sana sini gila uang
Meja meja gila Gong
Kini mati suri Indonesia
Di Masjid;Gereja;Pura;Vihara
Nada, sepi gema;bisu
Daun hati yang layu
Tapi, nadi kita Indonesia
_____________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 9 July 2011
Karakter dasar penciptaan karya puisi pola 4444 ini, didasari :
4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris, , ( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke )
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak rima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.
Indonesia; walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata, bisa di tolerir, sebab Ianya menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara
si•la n 1 aturan yg melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; 2 kelakuan atau perbuatan yg menurut adab (sopan santun); 3 dasar; adab; akhlak; moral: -- dalam Pancasila saling terkait
Kacamata Dan Kata
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 24 Juli 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (3)
lukisan by google
Kacamata Dan Kata
:/Hudan Hidayat
# 1
maka, lingkaran kaca itu
membaca sepi
sunyi yang
berayun di keramaian kata
punguti benda-benda
karenanya
orang terhisap
dibakar tungku-
tungku niscaya
; katamu
#2
di cerlang mata
kacamata itu filsuf
menjadikan kata baling-baling
tinggi menjulang ke langit bahasa
kapan ianya, kacamata dan kata
tak berayun sendiri
; katamu
_________________________________
@ Imron Tohari,lifespirit, rev.24 Juli 2011
Kacamata Dan Kata
:/Hudan Hidayat
# 1
maka, lingkaran kaca itu
membaca sepi
sunyi yang
berayun di keramaian kata
punguti benda-benda
karenanya
orang terhisap
dibakar tungku-
tungku niscaya
; katamu
#2
di cerlang mata
kacamata itu filsuf
menjadikan kata baling-baling
tinggi menjulang ke langit bahasa
kapan ianya, kacamata dan kata
tak berayun sendiri
; katamu
_________________________________
@ Imron Tohari,lifespirit, rev.24 Juli 2011
Maknawi Cinta
Diposting oleh
Imron Tohari
on Senin, 18 Juli 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari allieallbright.wordpress.com
Maknawi Cinta
iakah cinta itu debaran hati yang tak kunjung usai
dari debar ke debur
dari debur kembali ke debar
semacam ketakutankah? atau cintakah?
di hati cinta
cinta itu tenang air telaga
di atasnya dua angsa menari-nari
dan tenang air telaga akan meriak
jikalau salah satu sayap angsa itu patah
o,di hati cinta
cinta itu semesta
di mana matahari dan bulan saling pukau
saling tujah
bisa jadi, di hati cinta
cinta itu ketiadaan
aku-ku
________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 18 July 2011
Maknawi Cinta
iakah cinta itu debaran hati yang tak kunjung usai
dari debar ke debur
dari debur kembali ke debar
semacam ketakutankah? atau cintakah?
di hati cinta
cinta itu tenang air telaga
di atasnya dua angsa menari-nari
dan tenang air telaga akan meriak
jikalau salah satu sayap angsa itu patah
o,di hati cinta
cinta itu semesta
di mana matahari dan bulan saling pukau
saling tujah
bisa jadi, di hati cinta
cinta itu ketiadaan
aku-ku
________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 18 July 2011
OBITUARI
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 25 Juni 2011
Label:
puisi surealis,
Sajak liris cinta spiritual kehidupan
/
Comments: (0)
lukisan by http://jankarpisek.cz/img/paintings_20056/africky_archetyp.jpg
OBITUARI
Seorang lelaki berjalan tergesagesa menuju tanah lapang yang di atasnya tumbuh rerumputan hijau berbalur embun yang entah kenapa semakin kutatap semakin aku terhisap untuk mengikutinya sampai pada akhirnya aku melihat dengan jelas lelaki berjalan tergesagesa itu tidak lain jiwaku yang lalu telimpuh memeluk epitaf bertulis telah dimakamkan airmata gelisah selama di Dunia.
Di antara hening yang bunyi tak sesuatu benih kebencian bisa tumbuh subur di ladang nurani manakala engkau lihat kelopak kamboja luruh satu demi satu memeluk tanah basah dan ianya mendengar suara kubur berkata bagaimana mungkin selama hidupmu kau bangun muralmural kota di keramaian pikiran dengan mengatasnamakan cinta sedang bahanbahannya engkau ambil dari gudang nafsu ke duniawian dan di dalam kubur hal seperti itu yang menjadikan ruh terpenjara kesakitan yang api.
Di tanah kubur lelaki yang berjalan tergesa-gesa itu yang tiada lain dari jiwaku melihat kelopak kamboja menggenggam erat sebutir embun sisa malam yang dari bibir gelisahnya kelopak kamboja itu membisik dan nyaris tak terdengar dan ianya membicarakan tentang cinta yang katanya tiada sesiapa bisa memahami sebenarbenarnya cinta kecuali jiwa mereka telah terlebih dahulu memahami nyanyian kubur.
@ Imron Tohari _ lifespirit 24 Juni 2011
OBITUARI
Seorang lelaki berjalan tergesagesa menuju tanah lapang yang di atasnya tumbuh rerumputan hijau berbalur embun yang entah kenapa semakin kutatap semakin aku terhisap untuk mengikutinya sampai pada akhirnya aku melihat dengan jelas lelaki berjalan tergesagesa itu tidak lain jiwaku yang lalu telimpuh memeluk epitaf bertulis telah dimakamkan airmata gelisah selama di Dunia.
Di antara hening yang bunyi tak sesuatu benih kebencian bisa tumbuh subur di ladang nurani manakala engkau lihat kelopak kamboja luruh satu demi satu memeluk tanah basah dan ianya mendengar suara kubur berkata bagaimana mungkin selama hidupmu kau bangun muralmural kota di keramaian pikiran dengan mengatasnamakan cinta sedang bahanbahannya engkau ambil dari gudang nafsu ke duniawian dan di dalam kubur hal seperti itu yang menjadikan ruh terpenjara kesakitan yang api.
Di tanah kubur lelaki yang berjalan tergesa-gesa itu yang tiada lain dari jiwaku melihat kelopak kamboja menggenggam erat sebutir embun sisa malam yang dari bibir gelisahnya kelopak kamboja itu membisik dan nyaris tak terdengar dan ianya membicarakan tentang cinta yang katanya tiada sesiapa bisa memahami sebenarbenarnya cinta kecuali jiwa mereka telah terlebih dahulu memahami nyanyian kubur.
@ Imron Tohari _ lifespirit 24 Juni 2011
Bulan Tersungkur Dalam Sangkar
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 18 Juni 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Bulan Tersungkur Dalam Sangkar
Maka, nafsu itu adalah hidup
Pikiran tumbuh di hutan api
Dan engkau, yang karenanya jiwa terbakar tak akan mendengar
nyanyian indera menuju ke Surga
Lalu, mesti dibagaimanakan kebahagiaan itu?
O, alangkah luas rahasia Kekasih,
saat engkau dilahirkan, saat itu pula
udara yang engkau hisap menjadi tangga
dan engkau mesti mendaki takdirmu
setapak demi setapak.
Duhai wahai diri yang kini tengah dijerat cinta
di mana hati merah
yang mengalir wangi sungai asmara?
__________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 19 June 2011
Bulan Tersungkur Dalam Sangkar
Maka, nafsu itu adalah hidup
Pikiran tumbuh di hutan api
Dan engkau, yang karenanya jiwa terbakar tak akan mendengar
nyanyian indera menuju ke Surga
Lalu, mesti dibagaimanakan kebahagiaan itu?
O, alangkah luas rahasia Kekasih,
saat engkau dilahirkan, saat itu pula
udara yang engkau hisap menjadi tangga
dan engkau mesti mendaki takdirmu
setapak demi setapak.
Duhai wahai diri yang kini tengah dijerat cinta
di mana hati merah
yang mengalir wangi sungai asmara?
__________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 19 June 2011
Kidung Pelangi
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 21 Mei 2011
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Kidung Pelangi
Di pinggir telaga
lama kita duduk berdua
awan pun cerah berseri
tapi tidak dengan lengkung pelangi
Kamu bilang
warna-warni itu telah menghilang
Ah, kamu salah mengerti, jelita
lihat di atas sana…
seperti kala kita lihat semasa kecil dulu
biar tanpa lengkung pelangi, langit tetap biru
burung-burung kecil juga
terbang, berkejaran
berlatar putih mega beriring
Duh jelita
tidak semua alam dengan kidung sama
kemarikan tanganmu
dalam gengam
masih kujaga indah
pelangi, di pucuk-pucuk rindu
__________________________________________________
@ lifespirit 5.1.09/7.3.09
Kidung Pelangi
Di pinggir telaga
lama kita duduk berdua
awan pun cerah berseri
tapi tidak dengan lengkung pelangi
Kamu bilang
warna-warni itu telah menghilang
Ah, kamu salah mengerti, jelita
lihat di atas sana…
seperti kala kita lihat semasa kecil dulu
biar tanpa lengkung pelangi, langit tetap biru
burung-burung kecil juga
terbang, berkejaran
berlatar putih mega beriring
Duh jelita
tidak semua alam dengan kidung sama
kemarikan tanganmu
dalam gengam
masih kujaga indah
pelangi, di pucuk-pucuk rindu
__________________________________________________
@ lifespirit 5.1.09/7.3.09
Cinta dan Rindu
Diposting oleh
Imron Tohari
on Senin, 16 Mei 2011
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Baru sore tadi hujan
malam ini terasa gerah
Di luar gerah
di dalam diri resah
Kubuka jendela
angin mengoyang-goyang kelambu
seperti perasaan rinduku yang
mengoyang-goyang pohon hati
Di setiap kali mengingatmu
o, kekasih, engkaulah itu ranum buah
semerbak wangi surga
Ibarat daun, o, kekasih, engkaulah yang
senantiasa menitip kecup di mihrab-Nya, untukku
seperti ianya, daun itu setia hingga kering dahan
sampai lalu: luruh
di liat tanah menjadi humus
( "Cinta dan Rindu" by lifespirit 16 Mei 2011 )
Baru sore tadi hujan
malam ini terasa gerah
Di luar gerah
di dalam diri resah
Kubuka jendela
angin mengoyang-goyang kelambu
seperti perasaan rinduku yang
mengoyang-goyang pohon hati
Di setiap kali mengingatmu
o, kekasih, engkaulah itu ranum buah
semerbak wangi surga
Ibarat daun, o, kekasih, engkaulah yang
senantiasa menitip kecup di mihrab-Nya, untukku
seperti ianya, daun itu setia hingga kering dahan
sampai lalu: luruh
di liat tanah menjadi humus
( "Cinta dan Rindu" by lifespirit 16 Mei 2011 )
Dalam Pencarian Tuhan
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 08 Mei 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
lukisan by google
Dalam Pencarian Tuhan
Biar matahari hanya untuk siang
Bukan berarti dia tiada kala malam
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit
Biar bulan hanya untuk malam
Bukan berarti dia tiada kala siang
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit
Di sudut bumi belah setengah
Masih perlukah mempertanyakan lagi
Ada dan tiada
Maujud dan tak maujud
Siapa berhasrat meneguk niat membimbing cahaya rasa,*
mengubah kidungan langit demi peribadatan,*
tapi mereka enggan penasaran*
Lalu pikiran dan keyakinan serta merta beradu dentam
Diantara siang dan malam hasrat duniawi menikam-nikam gairah
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 17 April ‘08/8 Mei’11
* dipetik dari karya Nurel Javissyarqi, “Kitab Para Malaikat” Antologi tunggal ; hal.90 – XV:LXIX.
Dalam Pencarian Tuhan
Biar matahari hanya untuk siang
Bukan berarti dia tiada kala malam
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit
Biar bulan hanya untuk malam
Bukan berarti dia tiada kala siang
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit
Di sudut bumi belah setengah
Masih perlukah mempertanyakan lagi
Ada dan tiada
Maujud dan tak maujud
Siapa berhasrat meneguk niat membimbing cahaya rasa,*
mengubah kidungan langit demi peribadatan,*
tapi mereka enggan penasaran*
Lalu pikiran dan keyakinan serta merta beradu dentam
Diantara siang dan malam hasrat duniawi menikam-nikam gairah
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 17 April ‘08/8 Mei’11
* dipetik dari karya Nurel Javissyarqi, “Kitab Para Malaikat” Antologi tunggal ; hal.90 – XV:LXIX.
Hakikat Tentang Keyakinan
Diposting oleh
Imron Tohari
on Rabu, 04 Mei 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual,
puisi spiritual kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Hakikat Tentang Keyakinan
Meyakini keberadaan Kekasih
seperti saat menatap ketinggian langit yang
dipenuhi gumpalan awan putih, ada, namun tak tersentuh
Duhai wahai engkau yang tengah dijerat cinta
Dalam diri orang-orang tak ber-Tuhan pikiran itu kuasa
berkehendak atas keinginan-keinginan
lalu mereka, orang-orang tak ber-Tuhan itu serempak berkata
bila pikiran yang menjadikan pengetahuan berkuasa akan hidup
iakah mesti jiwa ini tersalib Tanya akan Kekasih?
O, duhai wahai engkau yang tengah dijerat cinta
diperjalanan spiritual keheningan itu kristalisasi sunyi
Dalam diri orang beriman, seperti halnya hafiz
juga para pencinta
menemu keberadaan rumah Kekasih
mesti rela meninggalkan kebun-kebun pikiran
yang pohon buahnya ranum duniawi
dan membiarkan jiwa berjalan melewati lembah
dengan kanan kirinya berserak burung-burung pemakan bangkai
__________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 4 Mei 2011
Hakikat Tentang Keyakinan
Meyakini keberadaan Kekasih
seperti saat menatap ketinggian langit yang
dipenuhi gumpalan awan putih, ada, namun tak tersentuh
Duhai wahai engkau yang tengah dijerat cinta
Dalam diri orang-orang tak ber-Tuhan pikiran itu kuasa
berkehendak atas keinginan-keinginan
lalu mereka, orang-orang tak ber-Tuhan itu serempak berkata
bila pikiran yang menjadikan pengetahuan berkuasa akan hidup
iakah mesti jiwa ini tersalib Tanya akan Kekasih?
O, duhai wahai engkau yang tengah dijerat cinta
diperjalanan spiritual keheningan itu kristalisasi sunyi
Dalam diri orang beriman, seperti halnya hafiz
juga para pencinta
menemu keberadaan rumah Kekasih
mesti rela meninggalkan kebun-kebun pikiran
yang pohon buahnya ranum duniawi
dan membiarkan jiwa berjalan melewati lembah
dengan kanan kirinya berserak burung-burung pemakan bangkai
__________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 4 Mei 2011
Ingin Kutulis Sajak Bahagia yang ada Serupa Tapi
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Ingin Kutulis Sajak Bahagia yang ada Serupa Tapi
Entah kenapa saat aku ingin menulis sajak cinta,
aku kehilangan huruf c
Saat kualihkan menulis sajak rindu,
aku kehilangan huruf r
Kala ingin kutulis sajak penuh harap
kalimat-kalimat berderet serupa tapi
iakah mesti seperti itu rasa dan fikiran?
Bahkan saat aku berfikir
Aku butuh pekerjaan....
Tapi pekerjaan itu sulit
Aku butuh makan....
Tapi cari makan itu rumit
Aku ingin hidup....
Tapi hidup itu susah
Aku ingin punya pacar...
Tapi punya pacar itu ngurangi kebebasan
Aku ingin punya istri....
Tapi punya istri itu beban
Aku ingin punya anak...
Tapi punya anak itu merepotkan
Aku ingin karier...
Tapi karier itu menyita waktu
Aku ingin banyak uang
Tapi banyak uang mesti kerja keras
Aku ingin kehidupanku tenang;bahagia
Tapi iakah seperti itu bila berkeluh sahaja?
( @ Imron Tohari _ lifespirit 3 Mei 2011 )
Ingin Kutulis Sajak Bahagia yang ada Serupa Tapi
Entah kenapa saat aku ingin menulis sajak cinta,
aku kehilangan huruf c
Saat kualihkan menulis sajak rindu,
aku kehilangan huruf r
Kala ingin kutulis sajak penuh harap
kalimat-kalimat berderet serupa tapi
iakah mesti seperti itu rasa dan fikiran?
Bahkan saat aku berfikir
Aku butuh pekerjaan....
Tapi pekerjaan itu sulit
Aku butuh makan....
Tapi cari makan itu rumit
Aku ingin hidup....
Tapi hidup itu susah
Aku ingin punya pacar...
Tapi punya pacar itu ngurangi kebebasan
Aku ingin punya istri....
Tapi punya istri itu beban
Aku ingin punya anak...
Tapi punya anak itu merepotkan
Aku ingin karier...
Tapi karier itu menyita waktu
Aku ingin banyak uang
Tapi banyak uang mesti kerja keras
Aku ingin kehidupanku tenang;bahagia
Tapi iakah seperti itu bila berkeluh sahaja?
( @ Imron Tohari _ lifespirit 3 Mei 2011 )
Gerimis yang Nyanyi
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 23 April 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Gerimis yang Nyanyi
Dalam hal biasa,
gemericik sungai di belakang rumah hanya bunyi
Tapi kala melaun rindu,
terdengar jerit lelaki tua, dan
kulihat ianya menancapkan gagang pancing di tanah
dengan kedua tangan menggenggam ikan yang menggelepar
Saat kudekati, lelaki tua itu menatapku
ianya berubah kian senja
dengan gerimis yang nyanyi
Jikalau ikan yang menggelepar itu jiwaku
ingin kunikmati malam
tanpa rintik air mata.
_______________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit April 24, 2011
Gerimis yang Nyanyi
Dalam hal biasa,
gemericik sungai di belakang rumah hanya bunyi
Tapi kala melaun rindu,
terdengar jerit lelaki tua, dan
kulihat ianya menancapkan gagang pancing di tanah
dengan kedua tangan menggenggam ikan yang menggelepar
Saat kudekati, lelaki tua itu menatapku
ianya berubah kian senja
dengan gerimis yang nyanyi
Jikalau ikan yang menggelepar itu jiwaku
ingin kunikmati malam
tanpa rintik air mata.
_______________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit April 24, 2011
Enam Tahun Di Hari Kita Layari Cinta
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 16 April 2011
Label:
puisi cinta
/
Comments: (0)
lukisan by google
Enam Tahun Di Hari Kita Layari Cinta
Tadi malam aku jelau asmara
Di matamu
Di senyummu
Kudapati pohon cinta berbuah rindu
Enam tahun kita layarkan bahtera kasih
Sekian lama pula mimpi bersama
Mengikat tali kemesraan
Mengalunkan senandung hati
Tadi malam saat aku jelau asmara
Angin di luar mengetuk-ngetuk pintu
Kunang menari-nari
Melaun di mekar bunga
O, belahan jiwa
Ini hari kala surya memancar
Menatap langit biru
Asaku tinggi menjulang, sungguh
Di debar jantung ini
Namamu kerinduan abadi
_________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 17 April 2011
Melaun ; Melaun-laun ; Berlama-lama
Enam Tahun Di Hari Kita Layari Cinta
Tadi malam aku jelau asmara
Di matamu
Di senyummu
Kudapati pohon cinta berbuah rindu
Enam tahun kita layarkan bahtera kasih
Sekian lama pula mimpi bersama
Mengikat tali kemesraan
Mengalunkan senandung hati
Tadi malam saat aku jelau asmara
Angin di luar mengetuk-ngetuk pintu
Kunang menari-nari
Melaun di mekar bunga
O, belahan jiwa
Ini hari kala surya memancar
Menatap langit biru
Asaku tinggi menjulang, sungguh
Di debar jantung ini
Namamu kerinduan abadi
_________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 17 April 2011
Melaun ; Melaun-laun ; Berlama-lama
Indonesia Setengah Tiang
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 05 April 2011
Label:
puisi kebangsaan
/
Comments: (0)
Indonesia Setengah Tiang
Di jaman orba
namamu hantu
bagi mereka yang berhati tirani
Di jaman orba
jasadmu tak tertemu
hingga kini
tinggal detak
"Perjuangan belum berakhir!" Katamu
Disimpan di mana
lagu perjuangan
kebangsaan
kepahlawanan
dahulu kala
Disimpan di mana
Bait sakti garuda pancasila
Mantra pancasila dasar yang lima
Maklumat sakti UUD empat lima
Ooooo... diantara kibar sang saka
negeri kembali carut marut
wajah pemerintahan begitu renta
tubuh-tubuh keadilan bungkuk
tak mampu, memanggul beban kejujuran
Kenapa entah
tibatiba pelosok negeri tepuk bergemuruh
tapi darah rakyat terus menetes luka
sementara orang-orang terhormat berebut teriak
:Jiwaku
Indonesia
Dan ianya, tetesan luka itu
kian menderas, menulis nama pada nisan
_____________________________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 26 Juli 2010. rev 5 April 2011 ( Dari kumpulan puisi “Indonesia Setengah Tiang “ )
Inspirasi : Puisi “Peringatan” Wiji Thukul
Jejak Nafas Di Retak Gelas
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan,
puisi kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Jejak Nafas Di Retak Gelas
saat kedukaan menyapa
bibir berbisik
: cinta itu derita, untuknya
kuteguk airmata duka
biar tahu ada nikmat surga
dan kau
kekasih
kala tergenggam tangan
jangan berharap pada cinta
apalagi berfikir akan kesetiaan
mencinta
ada pada
"pisau pisau kematian yang
memutus tali nadi
membuat ludah tak lagi
gelas retak
pun
seperti retak ranting
tanpa bunga
tanpa tipis asap nafas
hingga lidah kaku batu
terbungkus bayang
masa lalu"
oh, kau kekasih
leburlah pada kesakitannmu
ajak kesedihan sebagaimana kesukaan
berjalan
menemu titik
: hening
__________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit rev 5 April 2011
Inspirasi :
Iwan Gunawan : Segala adalah bagian hidup yang harus kujalani,kusyukuri sebagai bagian dari kuasaku
DaveSky : pisau,ranting,gelas,asap,batu
Hudan Hidayat: Masukan Tipograpipuitika
Jejak Nafas Di Retak Gelas
saat kedukaan menyapa
bibir berbisik
: cinta itu derita, untuknya
kuteguk airmata duka
biar tahu ada nikmat surga
dan kau
kekasih
kala tergenggam tangan
jangan berharap pada cinta
apalagi berfikir akan kesetiaan
mencinta
ada pada
"pisau pisau kematian yang
memutus tali nadi
membuat ludah tak lagi
gelas retak
pun
seperti retak ranting
tanpa bunga
tanpa tipis asap nafas
hingga lidah kaku batu
terbungkus bayang
masa lalu"
oh, kau kekasih
leburlah pada kesakitannmu
ajak kesedihan sebagaimana kesukaan
berjalan
menemu titik
: hening
__________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit rev 5 April 2011
Inspirasi :
Iwan Gunawan : Segala adalah bagian hidup yang harus kujalani,kusyukuri sebagai bagian dari kuasaku
DaveSky : pisau,ranting,gelas,asap,batu
Hudan Hidayat: Masukan Tipograpipuitika
Kupetakan Rindu Untukmu Di Relung Malam
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 03 April 2011
Label:
puisi cinta,
puisi rindu
/
Comments: (0)
lukisan by google
Kupetakan Rindu Untukmu Di Relung Malam
Diantara suara rintik hujan yang jatuh di atap rumah
seperti halnya malam ini
berapa kali geletar rindu kau tembangkan untukku?
Partitur purba melagukan asmara
kuk kuk burung hantu menawan gelisah
iakah kekasih ingat wangi kenangan masamasa?
Di lautan cinta pergantian cuaca tiada terduga
Gelombang pasang tidak serta merta mudah dibaca
Tatkala melayarinya, tiang layar mesti kokoh terpancang
Dalam kesendirian sunyi senantiasa memantulkan gema
melintasi kurun waktu yang tlah terlewati
Membuka sumbat kerinduan, kudobrak dinding beku
Kupanjatkan doa
menepis suram dan muram
_______________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 3 April 2011
Kupetakan Rindu Untukmu Di Relung Malam
Diantara suara rintik hujan yang jatuh di atap rumah
seperti halnya malam ini
berapa kali geletar rindu kau tembangkan untukku?
Partitur purba melagukan asmara
kuk kuk burung hantu menawan gelisah
iakah kekasih ingat wangi kenangan masamasa?
Di lautan cinta pergantian cuaca tiada terduga
Gelombang pasang tidak serta merta mudah dibaca
Tatkala melayarinya, tiang layar mesti kokoh terpancang
Dalam kesendirian sunyi senantiasa memantulkan gema
melintasi kurun waktu yang tlah terlewati
Membuka sumbat kerinduan, kudobrak dinding beku
Kupanjatkan doa
menepis suram dan muram
_______________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 3 April 2011
Dalam Ngiang
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta
/
Comments: (0)
lukisan by google
Dalam Ngiang
Baru tadi pagi
Masih terngiang di telinga
Bukan suara gemericik air yang
engkau tuang dari teko
Bila suara itu masih ngiang
Akantah segala
Seperti halnya tuangan air dari teko
Gemericik,lalu
Senyap
O, engkau belahan jiwa
Matamu itu
berseakan mau melipat-lipat tubuhku
dan di sudut genangan airmata
tlah kau siapkan meja perjamuan
____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifesprit 2.5.09.rev.3.4.11
Dalam Ngiang
Baru tadi pagi
Masih terngiang di telinga
Bukan suara gemericik air yang
engkau tuang dari teko
Bila suara itu masih ngiang
Akantah segala
Seperti halnya tuangan air dari teko
Gemericik,lalu
Senyap
O, engkau belahan jiwa
Matamu itu
berseakan mau melipat-lipat tubuhku
dan di sudut genangan airmata
tlah kau siapkan meja perjamuan
____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifesprit 2.5.09.rev.3.4.11
Gedung yang Berkelakar
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 31 Maret 2011
Label:
puisi kebangsaan
/
Comments: (0)
Membincangkan Engkau Pada Langit
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta
/
Comments: (0)
lukisan by google
Membincangkan Engkau Pada Langit
1/
bagiku, malam adalah ruang
tempat aku berbincang dengan langit
langit tempat bertemu pisah bintang-bintang
juga bulan yang tibatiba tinggal setengah
karena bulan yang setengah itu
retak-retak asmara
yang kau tinggal di mataku
“bilakah cinta kita pasrahkan pada nasib
sedang nasib itu sendiri saat kutanya
kaku
batu”
2/
saat mengingatmu
biar kukepakkan bulu-bulu sayap di jantung
yang aku sulam dari rampai airmata doa-
doa membuat langit dan malaikat terus bertasbih
iakah itu engkau yang berjalan di palung malam
menanamkan airmatamu di bola mataku
( lifespirit, 2010 )
Membincangkan Engkau Pada Langit
1/
bagiku, malam adalah ruang
tempat aku berbincang dengan langit
langit tempat bertemu pisah bintang-bintang
juga bulan yang tibatiba tinggal setengah
karena bulan yang setengah itu
retak-retak asmara
yang kau tinggal di mataku
“bilakah cinta kita pasrahkan pada nasib
sedang nasib itu sendiri saat kutanya
kaku
batu”
2/
saat mengingatmu
biar kukepakkan bulu-bulu sayap di jantung
yang aku sulam dari rampai airmata doa-
doa membuat langit dan malaikat terus bertasbih
iakah itu engkau yang berjalan di palung malam
menanamkan airmatamu di bola mataku
( lifespirit, 2010 )
Doa Di Ujung Tubir
Diposting oleh
Imron Tohari
on Rabu, 30 Maret 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Doa Di Ujung Tubir
Pada lelakon kehidupan
kala melihat padi mulai menguning
serta mendengar kicau burung prenjak di antara hunian
lalu tiba-tiba datang badai
dalam fikiran orang tak beriman
kalimat syukur
tersungkur
mati
O, betapa rimbun dosa dalam kefakiran
hingga kering samudera airmata
pikiran menghamba
sedang hati tiada dalam penghambaan
Jiwa,o,jiwa
bertanya
sebatas doa-
doa berharap berkah
Sansai,o, sansai
_____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 30 March 2011
san•sai Mk a 1 banyak derita; sengsara; 2 sedih sekali
Doa Di Ujung Tubir
Pada lelakon kehidupan
kala melihat padi mulai menguning
serta mendengar kicau burung prenjak di antara hunian
lalu tiba-tiba datang badai
dalam fikiran orang tak beriman
kalimat syukur
tersungkur
mati
O, betapa rimbun dosa dalam kefakiran
hingga kering samudera airmata
pikiran menghamba
sedang hati tiada dalam penghambaan
Jiwa,o,jiwa
bertanya
sebatas doa-
doa berharap berkah
Sansai,o, sansai
_____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 30 March 2011
san•sai Mk a 1 banyak derita; sengsara; 2 sedih sekali
Amar Cinta
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta,
puisi rindu
/
Comments: (0)
Gambar diunduh via google
Amar Cinta
Tak kuhitung berapa purnama
Jarak memisah raga; Sungguh
Memeluk Siluet bayangmu
Di jantungku
Ingin kusulang
Secawan tirta
Memindai suka
Pada detak luka
“ Dan ini madah cinta
Untukmu
Kutoreh dengan airmata bulan"
_________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 19 Feb 2010
madah n 1 kata-kata pujian; 2 ki kata; berpanjang
--, berkata (menerangkan dsb)
dng panjang lebar
amar n suruhan; perintah
Amar Cinta
Tak kuhitung berapa purnama
Jarak memisah raga; Sungguh
Memeluk Siluet bayangmu
Di jantungku
Ingin kusulang
Secawan tirta
Memindai suka
Pada detak luka
“ Dan ini madah cinta
Untukmu
Kutoreh dengan airmata bulan"
_________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 19 Feb 2010
madah n 1 kata-kata pujian; 2 ki kata; berpanjang
--, berkata (menerangkan dsb)
dng panjang lebar
amar n suruhan; perintah
Jiwa yang Tersalib
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 27 Maret 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan by google
Jiwa yang Tersalib
Temaram sisakan bayang
Satu pohon di halaman
Oh, ranting itu terlalu ringkih
menahan jatuh helai dedaun
di ujungnya
diri ini pun letih, tapi
Ianya, pohon itu
berseakan bicara padaku
“Jika engkau ingin memahami cinta itu seperti apa
pahamilah seberapa kuat nafsu keduniawian menyalibmu”
__________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 27 Maret 2011
Jiwa yang Tersalib
Temaram sisakan bayang
Satu pohon di halaman
Oh, ranting itu terlalu ringkih
menahan jatuh helai dedaun
di ujungnya
diri ini pun letih, tapi
Ianya, pohon itu
berseakan bicara padaku
“Jika engkau ingin memahami cinta itu seperti apa
pahamilah seberapa kuat nafsu keduniawian menyalibmu”
__________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 27 Maret 2011
Aku Dan Kekasih
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 26 Maret 2011
Label:
puisi cinta
/
Comments: (0)
lukisan by google
Aku Dan Kekasih
iakah rasa itu pertanda cinta? tanya kekasih
aku bilang pejamkan mata
biar telinga syahdu mencumbu
gemericik jernih air sungai mengalir
lalu kekasih berkata-kata tentang cinta dan ikrar
aku bilang, saat asmara berpeluk
buka mata dan telinga batin
dan dengar bunyi kuk kuk burung hantu dalam kesunyian
bilakah cinta itu mengada ? tanya kekasih
saat semua diam
lalu engkau sandarkan kepala di dadaku
______________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 27 March 2011
Aku Dan Kekasih
iakah rasa itu pertanda cinta? tanya kekasih
aku bilang pejamkan mata
biar telinga syahdu mencumbu
gemericik jernih air sungai mengalir
lalu kekasih berkata-kata tentang cinta dan ikrar
aku bilang, saat asmara berpeluk
buka mata dan telinga batin
dan dengar bunyi kuk kuk burung hantu dalam kesunyian
bilakah cinta itu mengada ? tanya kekasih
saat semua diam
lalu engkau sandarkan kepala di dadaku
______________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 27 March 2011
Pohon Cinta yang Kutanam Dari Benih Kerinduan
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi cinta
/
Comments: (0)
lukisan by google
Pohon Cinta yang Kutanam Dari Benih Kerinduan
ada pohon cinta di kebun jiwa
dan aku menabur benihnya dari kerinduan
saat ianya berbuah
kubiarkan ranumnya
meniup pergi kenangan pedih
mencintaimu
halnya kunang menerobos rimbun malam
menari-nari di bawah pohon cinta
memberi cahaya
o, mencintaimu
seperti aku yang tak lelah bertanya
bagaimana caraku membuatmu bahagia
__________________________________________
@ Imron Tohari - lifespirit 27 Maret 2011
Pohon Cinta yang Kutanam Dari Benih Kerinduan
ada pohon cinta di kebun jiwa
dan aku menabur benihnya dari kerinduan
saat ianya berbuah
kubiarkan ranumnya
meniup pergi kenangan pedih
mencintaimu
halnya kunang menerobos rimbun malam
menari-nari di bawah pohon cinta
memberi cahaya
o, mencintaimu
seperti aku yang tak lelah bertanya
bagaimana caraku membuatmu bahagia
__________________________________________
@ Imron Tohari - lifespirit 27 Maret 2011
Asmara yang Selama Ini Meremas Remuk Rindu Rumah
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 20 Maret 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan
/
Comments: (0)
lukisan by google
Asmara yang Selama Ini Meremas Remuk Rindu Rumah
Lentera di bilik hati tibatiba menyala
Suara sepi menegur
Berseakan melipat kenangan usang
Engkau bukan perempuanku
Tak usah lambai memanggil
Malam tanpa bulan
Di pangkuan bunda
Setangkup kembang menitikkan airmata
____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 20 March 2011
Asmara yang Selama Ini Meremas Remuk Rindu Rumah
Lentera di bilik hati tibatiba menyala
Suara sepi menegur
Berseakan melipat kenangan usang
Engkau bukan perempuanku
Tak usah lambai memanggil
Malam tanpa bulan
Di pangkuan bunda
Setangkup kembang menitikkan airmata
____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 20 March 2011
Titik Nol
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 19 Maret 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan
/
Comments: (0)
lukisan by google
Titik Nol
“Saat tubuh menyatu
Kau gurat seluruh
Dengan bahasa cinta
Nafas menderu
Inikah ritus kehidupan dalam bercinta?” tanyamu
O, perempuanku
Tlah kita arungi bersama hari-hari
Jikalau purna purnama memerah saga
Jantung kita saling mencabik
Matikan api amarah
Dan kita merebah ,o, perempuanku
Di lengking suara
Ada beribu titian
Antara ku,mu
Ada Ning
_____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 20 March 2011
Titik Nol
“Saat tubuh menyatu
Kau gurat seluruh
Dengan bahasa cinta
Nafas menderu
Inikah ritus kehidupan dalam bercinta?” tanyamu
O, perempuanku
Tlah kita arungi bersama hari-hari
Jikalau purna purnama memerah saga
Jantung kita saling mencabik
Matikan api amarah
Dan kita merebah ,o, perempuanku
Di lengking suara
Ada beribu titian
Antara ku,mu
Ada Ning
_____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 20 March 2011
Bila Harus Hidup Memang Seperti Itu Kehidupan
Diposting oleh
Imron Tohari
on Senin, 14 Maret 2011
Label:
puisi kehidupan
/
Comments: (0)
lukisan by google
Bila Harus Hidup Memang Seperti Itu Kehidupan
bila sampai kini aku masih hidup
biar berlaksa tajam pedang menghadang
dan juga belantara kabut menghalang pandang
aku akan terus berjalan …
menggulat luka
berkelakar dengan darah cinta
pada jalan kehidupan
tangis, tawa, hanya senandung
seperti kala kemarau bunga berguguran
lalu merimbun hijau disaat musim semi
dan musim semi itu
---aku
_______________________________________
@ lifespirit 27.6.10/rev.14.3.11
Bila Harus Hidup Memang Seperti Itu Kehidupan
bila sampai kini aku masih hidup
biar berlaksa tajam pedang menghadang
dan juga belantara kabut menghalang pandang
aku akan terus berjalan …
menggulat luka
berkelakar dengan darah cinta
pada jalan kehidupan
tangis, tawa, hanya senandung
seperti kala kemarau bunga berguguran
lalu merimbun hijau disaat musim semi
dan musim semi itu
---aku
_______________________________________
@ lifespirit 27.6.10/rev.14.3.11
Kalam
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 13 Maret 2011
Label:
puisi kehidupan
/
Comments: (0)
duduk di beranda berteman secangkir kopi pada senja temaram senantiasa membangkitkan kenangan yang di dalam lorong kenangan itu kujumpai diri berkaca pada cermin dan cermin itu kemaluan ku mu nya yang senantiasa bertanya gerangan apa menjadikan ragu dalam kehidupan ini sedang kehidupan sendiri sedemikian lekat di detak nafas sambil tiada henti berteriakteriak baca kalam baca kalam baca kalam.
( "Kalam" by lifespirit 20 Februari 2011 )
Asmaraloka
Diposting oleh
Imron Tohari
on Rabu, 09 Maret 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari google
Asmaraloka
Kukulum bayang di reruntuhan petang
gelinjang sesak rebah telentang
aku
dibekap kenang
Oolala …
Telikung senyummu di kelok wajah
merobek awan
kuyup tubuh tertumpah hujan, dan
Jiwaku melayang menelusuri ribuan dimensi
awan, o, awan menggulat perkasa bulan
hingga pendar temaram
dalam bayang reruntuhan kelam
atmaku melihat, bahkan Hidimbi harus mohon sasmita Kunti
“ O, Dewi Kunti sang ibu
kala kejujuran
kesetiaan
tak cukup memikat hati Bimasena
aku Hidimbi menangis, o, Dewi Kunti sang ibu
tidakkah Ianya, Bimasena itu abdi Dewa nan perkasa?”
Kukulum bayang di reruntuhan petang
gelinjang sesak rebah telentang
aku
dibekap kenang
dan kini mata jiwaku melihat
airmata hati berderai
membentuk kolam
di sana merekah bunga seroja
bermandi cahaya di bulat daun
butir air menggelinding
dua katak ,mesra
hilang Hidimbi, dan Ianya menjelma Arimbi nan jelita
Bimasena pun akhirnya terpanah asmara
Dewi Kunti, o, Dewi Kunti sang ibu, iakah itu cinta?
_____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 5.11.2008/rev/9.3.2011
Asmaraloka ; dunia (alam) cinta kasih
Asmaraloka
Kukulum bayang di reruntuhan petang
gelinjang sesak rebah telentang
aku
dibekap kenang
Oolala …
Telikung senyummu di kelok wajah
merobek awan
kuyup tubuh tertumpah hujan, dan
Jiwaku melayang menelusuri ribuan dimensi
awan, o, awan menggulat perkasa bulan
hingga pendar temaram
dalam bayang reruntuhan kelam
atmaku melihat, bahkan Hidimbi harus mohon sasmita Kunti
“ O, Dewi Kunti sang ibu
kala kejujuran
kesetiaan
tak cukup memikat hati Bimasena
aku Hidimbi menangis, o, Dewi Kunti sang ibu
tidakkah Ianya, Bimasena itu abdi Dewa nan perkasa?”
Kukulum bayang di reruntuhan petang
gelinjang sesak rebah telentang
aku
dibekap kenang
dan kini mata jiwaku melihat
airmata hati berderai
membentuk kolam
di sana merekah bunga seroja
bermandi cahaya di bulat daun
butir air menggelinding
dua katak ,mesra
hilang Hidimbi, dan Ianya menjelma Arimbi nan jelita
Bimasena pun akhirnya terpanah asmara
Dewi Kunti, o, Dewi Kunti sang ibu, iakah itu cinta?
_____________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 5.11.2008/rev/9.3.2011
Asmaraloka ; dunia (alam) cinta kasih
Nyanyi Ilalang
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 05 Maret 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari google
Nyanyi Ilalang
Bersembunyi keajaiban di ilalang
Tiada bening getah
kecuali tajam daunnya menyayat degup
dan darah pecinta mengucur
duka;lara,suka;cita,menjelma berlaksa aksara
Makan ilalang itu,bila semanis nira
itulah hikmah
Ilalang adalah ilalang, angin itu pejalan alam,mematik nada
Jadi jangan berharap desau membuat ianya bersiul
kecuali,ambil ilalang itu biar gemetar bibir menyiul sesal
bila tidak sumbang,pertanda terang meniadakan gelap samsara
Sudah! berhenti berkata-kata Bakar ilalangilalang itu
bila masih tersimpan gulana
pertanda jiwa belum tinggalkan kefanaan
________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit,6.12.09.rev.2.3.11
Nyanyi Ilalang
Bersembunyi keajaiban di ilalang
Tiada bening getah
kecuali tajam daunnya menyayat degup
dan darah pecinta mengucur
duka;lara,suka;cita,menjelma berlaksa aksara
Makan ilalang itu,bila semanis nira
itulah hikmah
Ilalang adalah ilalang, angin itu pejalan alam,mematik nada
Jadi jangan berharap desau membuat ianya bersiul
kecuali,ambil ilalang itu biar gemetar bibir menyiul sesal
bila tidak sumbang,pertanda terang meniadakan gelap samsara
Sudah! berhenti berkata-kata Bakar ilalangilalang itu
bila masih tersimpan gulana
pertanda jiwa belum tinggalkan kefanaan
________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit,6.12.09.rev.2.3.11
Hilang Basmalah
Diposting oleh
Imron Tohari
on Jumat, 04 Maret 2011
Label:
puisi kebangsaan,
puisi tanah air
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari google
Hilang Basmalah
Tindih menindih kian sengkarut
Pedih tersembilu di sudut kelu
Tatas merentas doa tersebut
Nurani lunglai tertunduk membisu
Apatah yang kau cari, tuan diraja?
Jiwa Negeri hancur terburai
Airmata mengalir enggan merinai
Surya terpejam kian tercerai
Tersekat awan pun, batin terkulai
Luruh,o, begitu luruh menyeluruh
Hancur merepih cermin rupa
Gelap meruang tanpa cahaya
Benar salah hilang basmalah
Lihat tuan, debu mengabu
Engkau tepikan kemana doa ibu
_____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 26 Februari 2011
Hilang Basmalah
Tindih menindih kian sengkarut
Pedih tersembilu di sudut kelu
Tatas merentas doa tersebut
Nurani lunglai tertunduk membisu
Apatah yang kau cari, tuan diraja?
Jiwa Negeri hancur terburai
Airmata mengalir enggan merinai
Surya terpejam kian tercerai
Tersekat awan pun, batin terkulai
Luruh,o, begitu luruh menyeluruh
Hancur merepih cermin rupa
Gelap meruang tanpa cahaya
Benar salah hilang basmalah
Lihat tuan, debu mengabu
Engkau tepikan kemana doa ibu
_____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 26 Februari 2011
Jiwa yang Hening
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari google
Jiwa yang Hening
Dalam pelayaran di lautan kehidupan
beribu kali kucoba lepaskan atma dari keterikatan perahu ragaku
Di antara gelombang pikiran, kuajak ianya
menyelam di kedalaman samudra hening
mengumpulkan serpihan doa yang tenggelam di mata sedihku
Dan tibatiba atmaku tertawa
Dengan nafas masih detak
urat nadi belum putus
kupahami kehidupan mempunyai jalan hidupnya sendiri
bahkan biar saat itu mata dibenturkan dengan beriburibu kedukaan
yang bahkan hutan-hutan api melingkar, berkobar
dengan lidah api siap membakar setiap jengkal langkah
saat kutanyakan itu pada nasib
nasib itu sendiri bisu batu
Jikalau kini hanya hening
Di altar Cinta tiada yang namanya nasib
Kecuali aku kian menjauh dari jalan menuju keabadian
( Imron Tohari _ lifespirit 4 Maret 2011 )
Jiwa yang Hening
Dalam pelayaran di lautan kehidupan
beribu kali kucoba lepaskan atma dari keterikatan perahu ragaku
Di antara gelombang pikiran, kuajak ianya
menyelam di kedalaman samudra hening
mengumpulkan serpihan doa yang tenggelam di mata sedihku
Dan tibatiba atmaku tertawa
Dengan nafas masih detak
urat nadi belum putus
kupahami kehidupan mempunyai jalan hidupnya sendiri
bahkan biar saat itu mata dibenturkan dengan beriburibu kedukaan
yang bahkan hutan-hutan api melingkar, berkobar
dengan lidah api siap membakar setiap jengkal langkah
saat kutanyakan itu pada nasib
nasib itu sendiri bisu batu
Jikalau kini hanya hening
Di altar Cinta tiada yang namanya nasib
Kecuali aku kian menjauh dari jalan menuju keabadian
( Imron Tohari _ lifespirit 4 Maret 2011 )
Impian Indah
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 27 Februari 2011
Label:
puisi kehidupan,
puisi kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan Nani Sakri http://www.tembi.org/cover/2010-02/20100216.htm
Impian Indah
Hari-hari kemarin impian terbang bersama taifun
Dari pohon-pohon ketakutan gugur daun-daun hati
jatuh berlembar-lembar di retak tanah kemarau
berharap sumber air pancuran agar tanah kembali subur
O, tidak cukup mendengar merdu kericau burung
atau bahkan hanya telimpuh di majelis-majelis taklim
Tidakkah engkau ingat cerita tentang petani
tanpa bercocok tanam
bagaimana mungkin padi tumbuh menguning di sawah
Impian indah itu tak ubahnya memetakan kenyataan
butuh keberanian mewujudkannya
__________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 16 November 2010
PERAHU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 24 Februari 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari google
PERAHU
Di ruang sunyi
aku bercengkrama dengan jiwaku
tentang perahu yang setia
biar ombak mengayun, meliuk
dalam suka duka nelayan melaut
Di ruang sunyi
kupahamkan
biar siang surya membakar
malam menggigilkan dingin
dan atau di asin samudra sekalipun
perahu itu tetap menari-nari
dengan cinta
Di ruang sunyi
pada kedalaman hening
kupahamkan pada jiwaku
tentang perahu berlayar di lautan itu
bukan dengan mata jasadku,kecuali
mata hati
_______________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 24 February 2011
Bulan Di Altar Kekasih
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 22 Februari 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan,
puisi kontemplatif
/
Comments: (0)
lukisan diunduh dari http://justineb11.files.wordpress.com/2010/10/img0231.jpg
Bulan Di Altar Kekasih
Diayun gelombang kenangan para pecinta hanya untuk memenuhi pialapiala rindu malammalam bersekutu dengan waktu lewati petang menanam ilusi berharap berbuah impian indah sedang impian indah itu begitu misterius menyelinap di jalan pikiran yang kita sendiri tak bisa melihatnya namun ianya bisa menciptakan airmata dan tawa bahkan lalu menahan mata memejam seperti halnya saat ini kala mengingatmu kekasih aku berseakan melihat cahaya bulan memayungi taman tempat pertama kali kita bercerita tentang cinta tentang luka tentang kita dan ingin menikmati senja tanpa gerimis airmata.
( Imron Tohari _ lifespirit 22 February 2011 )
Bulan Di Altar Kekasih
Diayun gelombang kenangan para pecinta hanya untuk memenuhi pialapiala rindu malammalam bersekutu dengan waktu lewati petang menanam ilusi berharap berbuah impian indah sedang impian indah itu begitu misterius menyelinap di jalan pikiran yang kita sendiri tak bisa melihatnya namun ianya bisa menciptakan airmata dan tawa bahkan lalu menahan mata memejam seperti halnya saat ini kala mengingatmu kekasih aku berseakan melihat cahaya bulan memayungi taman tempat pertama kali kita bercerita tentang cinta tentang luka tentang kita dan ingin menikmati senja tanpa gerimis airmata.
( Imron Tohari _ lifespirit 22 February 2011 )
Iakah Kebenaran Dan Kejujuran Itu Absolut?
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 19 Februari 2011
Label:
puisi kebangsaan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
lukisan diunduh http://cdn.cisdel.com/wp-content/uploads/2010/06/famous-paintings
Iakah Kebenaran Dan Kejujuran Itu Absolut?
Terik matahari kemarau sepanjang sawah ladang tanpa rimba pohon mana mungkin melihat beburung berkericau lalu malammalam ianya sebelum tidur bercerita tentang menanam benih kejujuran dan kebenaran sedang kejujuran dan kebenaran kini seperti fatwa terbang tinggi menjulang tiba-tiba jatuh patah sayap berserak di bawah tingkap negeri para penguasa dan wakil rakyat yang ingat masa kecilnya berebut bermain dakon.
( Imron Tohari _ lifespirit 19 February 2011 )
Hakikat do yang do
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 17 Februari 2011
Label:
puisi kontemplatif,
puisi kontemporer,
telaah puisi
/
Comments: (0)
Hakikat do yang do
do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido
hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada
@ lifespirit , 27 Januari 2009, editing by DaveSky
Apresiasi Iruw Harden : "doremifasolasido"
semua adalah nada, nada yang mendasari sebuah nyanyian, nyanyian kehidupan, nyanyian semesta alam, "doremifasol,... doremifa,... dore... nada dapat di olah, di rangkai dan diputar putar, tapi do adalah do titik awal dan akhir, dari awal kembali ke akhir, seperti kehidupan fana, nyata tapi tidak kekal, karena kehidupan yang sebenarnya adalah, kehidupan sebelum masa di lahirkan dan masa sesudah mati, apapun yang tercipta akan kembali pada penciptanya, sederet nada bisu, tapi bukan tidak berarti, satu nada do bukan berarti tak berbunyi. jika tidak salah do adalah Tuhan manusia berputar putar mencari kebenaran, dan sebenarnya kebenaran itu cuma satu, Tuhan.
Menikmati puisi Imron Tohari (IT) “ Hakikat do yang do”
Katakanlah “Hakikat do yang do” adalah “sesuatu”, lalu bagaimana sesuatu akan didiskripsi. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendiskripsi sesuatu itu secara lengkap sehingga sesuatu itu hanya ada sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Engkau tentu akan bertanya mengapa? Selalu saja manusia berkaitan dengan yang ada bukan yang tidak ada. Katakanlah puisi IT ini, adakah ada dari yang tidak ada lalu menjadi ada atau dari yang ada menjadi ada. Saya berpendapat kalau puisi ini ada dari yang ada. Ada dapat menyangkal dengan membuat argumentasi “Tadinya kan tidak ada puisi seperti ini di dunia, kemudian IT menggubahnya menjadi ada, jadi puisi IT ini ada dari yang tidak ada”. Coba kita tanya lebih lanjut bukankah adanya puisi ini karena adanya IT, adanya IT karena ada air,ada tanah, ada api, ada kayu dan segala ada yang lainnya. Pada ujungnya, segala ada karena ada yang yang selalu ada, yaitu yang Maha Ada.
Kembali kepada pembicaraan. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendeskripsikan sesuatu itu lengkap sehingga sesuatu itu hanya sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Katakanlah yang mudahnya adalah gula. Apa itu gula, dari segi bentuk kita dapat mengatakannya sebagai butir, tepung atau lainnya. Dari segi warna kita dapat mengatakannya sebagai putih, coklat, merah dan atau lainnya. Dari segi rasa kita dapat mengatakannya sebagai manis. Dari segi nama kita dapat mengatakannya sebagai gula pasir, gula merah, gula coklat, gula batu, gulai bit, sakarin, dan lainnya. Apakah kalau kita sudah mengetahui semua itu lalu kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa sesuatu yang seperti itu adalah gula. Saya hanya mengatakan mungkin itu gula mungkin juga lainnya (bukan gula). Menurut saya apa yang kita bicarakan bukanlah “gula” tetapi “tentang gula”.
Lalu bagaimana kita dapat menyatakan sesuatu itu. Sesuatu tidak dapat dinyatakan karena hanya dapat didekati. Sesuatu itu hakikatnya transenden, melampaui semua kata kata atau diskripsi. Jalan termudah untuk menyatakan sesuatu itu apa, adalah dengan mempersepsi sesuatu itu melalui panca indra. Dengan cara seperti ini maka sesuatu akan menyatakan dirinya sendiri. Tentu cara ini akan merepotkan karena kalau kita ingin menjelaskan apa itu gajah maka harus ada gajahnya.
Cara lain menyatakan sesuatu adalah dengan menyatakan hal yang serupa misalnya merah adalah seperti warna apel, warna darah atau yang lainnya. Karena serupa tentu bukan yang sesungguhnya hanya mirip mirip saja. Cara lainnya lagi adalah dengan menyatakan bukannya. Seperti manusia adalah mahluk yang bukan hewan, bukan tumbuh tumbuhan, bukan benda mati dan bukan yang lainnya. Kalau bukannya dapat kita sebutkan semuanya maka diskripsi itu akan akurat karena sesuatu itu manjadi hanya sesuatu itu sendiri bukan lainnya.
Sekarang dengan pemikiran sebagaimana dipaparkan kita baca puisi IT yang saya kutip :
Hakikat do yang do
do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido
hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada
Imron Tohari menjudulkan puisinya sebagai “Hakikat do yang do”.
Apakah “hakikat do yang do”, dijelaskan oleh IT bahwa hakikat do yang do adalah do, doremifasolasido. Do supaya dapat dikatakan ada maka harus dinyatakan melalui padangan dunia atau “world view” tentang do yaitu doremifasolsido. Doremifasolasido adalah dunia tempat tentang konsep do mengada. Tetapi Doremifasolasido tidak pernah mengetahui apa do itu. Hanya do pernah bersabda “jangan serupakan aku dengan apapun, atau engkau akan kumasukkan ke dunia siksa”. Sebagian doremifasolasido mematuhi dengan meyakini bahwa do adalah bukan bagian bagian dari doremifasolasido, bukan doremifasola, doremifaso dan seterusnya. Ditegaskan lebih lanjut bahwa do adalah do yang tak berbunyi do karena bunyi do adalah bagian dari doremifasolasido, do hanya penanda nada, atau kata.
Do adalah sesuatu yang tidak dapat dikatakan dan diserupakan do adalah do yang wolrd view tak pernah bisa mendiskripsikan. Do adalah pengada yang selalu ada yaitu yang Maha Ada atau Tuhan.
Selamat menikmati, dan saya harus mengucapkan terima kasih kepada mas Imron atas pembangkitan kepenasaranku.
Salam
Loektamadji
(17 Februari 2011)