Hakikat do yang do





Hakikat do yang do

do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido

hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada

@ lifespirit , 27 Januari 2009, editing by DaveSky


Apresiasi Iruw Harden : "doremifasolasido"

semua adalah nada, nada yang mendasari sebuah nyanyian, nyanyian kehidupan, nyanyian semesta alam, "doremifasol,... doremifa,... dore... nada dapat di olah, di rangkai dan diputar putar, tapi do adalah do titik awal dan akhir, dari awal kembali ke akhir, seperti kehidupan fana, nyata tapi tidak kekal, karena kehidupan yang sebenarnya adalah, kehidupan sebelum masa di lahirkan dan masa sesudah mati, apapun yang tercipta akan kembali pada penciptanya, sederet nada bisu, tapi bukan tidak berarti, satu nada do bukan berarti tak berbunyi. jika tidak salah do adalah Tuhan manusia berputar putar mencari kebenaran, dan sebenarnya kebenaran itu cuma satu, Tuhan.



Menikmati puisi Imron Tohari (IT) “ Hakikat do yang do”

Katakanlah “Hakikat do yang do” adalah “sesuatu”, lalu bagaimana sesuatu akan didiskripsi. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendiskripsi sesuatu itu secara lengkap sehingga sesuatu itu hanya ada sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Engkau tentu akan bertanya mengapa? Selalu saja manusia berkaitan dengan yang ada bukan yang tidak ada. Katakanlah puisi IT ini, adakah ada dari yang tidak ada lalu menjadi ada atau dari yang ada menjadi ada. Saya berpendapat kalau puisi ini ada dari yang ada. Ada dapat menyangkal dengan membuat argumentasi “Tadinya kan tidak ada puisi seperti ini di dunia, kemudian IT menggubahnya menjadi ada, jadi puisi IT ini ada dari yang tidak ada”. Coba kita tanya lebih lanjut bukankah adanya puisi ini karena adanya IT, adanya IT karena ada air,ada tanah, ada api, ada kayu dan segala ada yang lainnya. Pada ujungnya, segala ada karena ada yang yang selalu ada, yaitu yang Maha Ada.
Kembali kepada pembicaraan. Manusia tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mendeskripsikan sesuatu itu lengkap sehingga sesuatu itu hanya sebagai sesuatu itu sendiri, bukan lainnya. Katakanlah yang mudahnya adalah gula. Apa itu gula, dari segi bentuk kita dapat mengatakannya sebagai butir, tepung atau lainnya. Dari segi warna kita dapat mengatakannya sebagai putih, coklat, merah dan atau lainnya. Dari segi rasa kita dapat mengatakannya sebagai manis. Dari segi nama kita dapat mengatakannya sebagai gula pasir, gula merah, gula coklat, gula batu, gulai bit, sakarin, dan lainnya. Apakah kalau kita sudah mengetahui semua itu lalu kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa sesuatu yang seperti itu adalah gula. Saya hanya mengatakan mungkin itu gula mungkin juga lainnya (bukan gula). Menurut saya apa yang kita bicarakan bukanlah “gula” tetapi “tentang gula”.
Lalu bagaimana kita dapat menyatakan sesuatu itu. Sesuatu tidak dapat dinyatakan karena hanya dapat didekati. Sesuatu itu hakikatnya transenden, melampaui semua kata kata atau diskripsi. Jalan termudah untuk menyatakan sesuatu itu apa, adalah dengan mempersepsi sesuatu itu melalui panca indra. Dengan cara seperti ini maka sesuatu akan menyatakan dirinya sendiri. Tentu cara ini akan merepotkan karena kalau kita ingin menjelaskan apa itu gajah maka harus ada gajahnya.
Cara lain menyatakan sesuatu adalah dengan menyatakan hal yang serupa misalnya merah adalah seperti warna apel, warna darah atau yang lainnya. Karena serupa tentu bukan yang sesungguhnya hanya mirip mirip saja. Cara lainnya lagi adalah dengan menyatakan bukannya. Seperti manusia adalah mahluk yang bukan hewan, bukan tumbuh tumbuhan, bukan benda mati dan bukan yang lainnya. Kalau bukannya dapat kita sebutkan semuanya maka diskripsi itu akan akurat karena sesuatu itu manjadi hanya sesuatu itu sendiri bukan lainnya.
Sekarang dengan pemikiran sebagaimana dipaparkan kita baca puisi IT yang saya kutip :

Hakikat do yang do

do
doremifasolasido, tapi tak
doremifasolasi, tapi tak
doremifasola, tapi tak
doremifaso, tapi tak
doremifa, tapi tak
doremi, tapi tak
dore, tapi tak
do, tapi tak
do,
tidak tak remifasolasido

hanya do
tak tapi bunyi
do
padada nada

Imron Tohari menjudulkan puisinya sebagai “Hakikat do yang do”.
Apakah “hakikat do yang do”, dijelaskan oleh IT bahwa hakikat do yang do adalah do, doremifasolasido. Do supaya dapat dikatakan ada maka harus dinyatakan melalui padangan dunia atau “world view” tentang do yaitu doremifasolsido. Doremifasolasido adalah dunia tempat tentang konsep do mengada. Tetapi Doremifasolasido tidak pernah mengetahui apa do itu. Hanya do pernah bersabda “jangan serupakan aku dengan apapun, atau engkau akan kumasukkan ke dunia siksa”. Sebagian doremifasolasido mematuhi dengan meyakini bahwa do adalah bukan bagian bagian dari doremifasolasido, bukan doremifasola, doremifaso dan seterusnya. Ditegaskan lebih lanjut bahwa do adalah do yang tak berbunyi do karena bunyi do adalah bagian dari doremifasolasido, do hanya penanda nada, atau kata.
Do adalah sesuatu yang tidak dapat dikatakan dan diserupakan do adalah do yang wolrd view tak pernah bisa mendiskripsikan. Do adalah pengada yang selalu ada yaitu yang Maha Ada atau Tuhan.

Selamat menikmati, dan saya harus mengucapkan terima kasih kepada mas Imron atas pembangkitan kepenasaranku.

Salam
Loektamadji
(17 Februari 2011)

0 komentar:

Posting Komentar