ESAI RINGAN "PUISI" ; Detak Bahasa di antara Pencipta Puisi dan Apresiator Puisi _ bagaimana menurut anda?

PUISI ; Detak Bahasa di antara Pencipta Puisi dan Apresiator Puisi



Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi seni, baik secara langsung maupun tidak langsung,begitu sangat dinamis.Dengan “bahasa” kita bisa mencari kedekatan secara emosional kepribadian masing-masing individu, yang dapat dikatakan mempunyai karakteristik dalam berbahasa yang cukup beragam.Dengan bahasa, setiap individu bisa saling berinteraksi dalam menangkap debar-debar emosi/rasa yang tak berujud yang ingin disampaikan padanya oleh individu lainnya. Dengan bahasa dan atau symbol-symbol bahasa, kita bisa menyampaikan pemikiran/opini dengan harapan tercipta imaji-imaji baru yang bisa mempengaruhi pola piker penerima pesan bahasa tersebut.

Untuk itu, bila kita berbicara puisi, maka tidak bisa terlepas dengan yang kita sebut bahasa, dan atau instrument bahasa (symbol tanda baca dan hal yang terkait dengan fungsi bahasa). Yakni bahasa sebagai sarana menangkap wujud puisi.

Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk, membuat, menciptakan.

Berkenaan tentang beragamnya pendapat mengenai apa definisi dari puisi, Shahnon Ahmad (Shanon bin Ahmad, Haji, Datuk) sastrawan Negara serumpun yang LAHIR : 13 Januari 1933 di Banggul Derdap, Sik, Kedah Darul Aman, mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris berikut (dikutip dari buku Pengkajian Puisi oleh DR. Rahmat Djoko Pradopo) sebagai:

- Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.

- Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.

- Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.

- Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).

- Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.

Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

"Puisi seolah bayang diri: ada tapi sukar dan bahkan tak terpegang maknanya. tiada tapi ada. ada tapi tiada. puncak puisi, maka, adalah tuhan itu sendiri. turunannya adalah roh kita. turunannya dikit lagi adalah bahasa, pada ketinggiannya: pengasingan benda benda, seolah roh yang tak ingin terlihat, walau dalam tubuh." Tulis Hudan Hidayat, salah satu dari sekian sastrawan terkemuka tanah air yang begitu itens membimbing talent-talent berbakat yang banyak bertebaran di dunia sastra maya dewasa ini.

Terlepas dari pendapat para pakar tersebut, saya lebih suka menyebut “puisi” sebagai rainkarnasi bahasa hati,pikiran ( samsara bahasa ) dari masing-masing pribadi/individu pengkarya cipta yang dituangkan ke dalam bentuk bahasa tulis pun lisan yang pada akhirnya menciptakan letupan-letupan imajinatip di alam imajinasi pengkarya cipta itu sendiri maupun penikmat baca/apresiator puisi. Di mana muatan emosi “puisi” sangat beragam, ada suka ada duka, ada kegembiraan ada kemarahan. Puisi sebagai permainan bahasa, mentranslate rasa/gejolak jiwa, melalui selubung simbol-simbol, atau tanda-tanda yang terangkum pada larik/baris/bait dalam menyampaikan pesan gejolak rasa jiwa dari penulis/penyair, yang merupakan hasil dari saripati sunyi ( baca: perenungan! ).

Kenapa saya lebih senang menyebut “puisi” sebagai rainkarnasi bahasa atau samsara bahasa?

Samsara sebagai kata sifat mempunyai arti sengsara dalam konteks tanda kutip ( berdasarkan kamus bahasa Indonesia ),samsara berdasarkan yang termaktub pada surat Bagavad-gita (Budha)dan Weda ( Hindu ) samsara berarti kelahiran kembali/reinkarnasi, namun dalam kelahiran kembalipun (samsara ) , yang merupakan perpindahan jiwa ini dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau disebut reinkarnasi eksternal (samsara atau samsriti didalam bahasa sansekerta). Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana) 5.11.5-7 menyebutkan bahwa pikiran terikat oleh indera kesenangan, saleh atau tidak saleh. Kemudian hal itu tertuju pada tiga model dari alam material dan menyebabkan penyesuaian kelahiran dalam berbagai tipe tubuh, lebih tinggi atau lebih rendah. Oleh karena itu, jiwa menderita ketidak bahagiaan atau menikmati kebahagiaan karena pikiran,kemudian pikiran di bawah pengaruh ilusi menciptakan aktivitas-aktivitas yang saleh dan aktivitas-aktivitas yang tidak saleh, ( berdasarkan ajaran agama Budha ) dan pengertian akan samsara ini juga tidak jauh beda dengan apa yang ada pada ajaran agama Hindu ; di dalam Weda disebutkan bahwa "Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau didunia yang lebih tinggi disebut Samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. Dan juga akan dipengaruhi akan adanya karma baik dan buruk disaat-saat sebelumnya.Dari sudut pandang saya selaku orang Islam, yaitu kelahiran kembali dari kematian di akhirat kelak,dengan segala pertimbangan baik buruknya semasa kehidupan di dunia.

Begitu hal dalam setiap proses penciptaan puisi, dalam kesunyiannya pasti akan terjadi suatu pertarungan batin dan atau pertarungan piker pada diri pengkarya cipta ( pertarungan sinergi positip dan sinergis negatip). Puisi sebagai reinkarnasi bahasa/samsara bahasa, pada kelahirannya kembali, tidak terlepas dari proses/ritus suasana baik buruk yang mempengaruhi rasa imajinatip pengkarya ciptanya. Dalam pengertian, melalui puisi penyair berusaha menghidupkan imaji tersembunyi ke dalam tubuh “bahasa”. Tubuh bahasa dari bayangan diri, baik bayangan diri penyairnya maupun bayangan diri penikmat bacanya yang sudah menyatu pada bayangan puisi itu sendiri!, maka jadilah bayangan diantara bayangan; diri membayang pada puisi, puisi membayang pada diri. Dan puisi yang baik, adalah puisi yang ditulis dengan penuh ketulusan, serta tetap mengacu pada estetika moral, sehingga nantinya bisa memberi pencerahan positip dan atau bisa menciptakan pola piker baru yang baik bagi pencipta maupun apresiator yang membacanya.

Pada akhirnya puisi tetap merupakan suatu misteri yang menyelingkupi suatu bahasa rasa yang ingin diletupkan sang penyairnya dengan mengunakan simbol-simbol agar makna tidak secara langsung keluar dari tubuh bahasa puisi itu sendiri, puisi yang menjelmakan dirinya pada bahasa yang sunyi, puisi yang mensamsarakan dirinya pada kesakitan-kesakitan bahasa dalam rangka menemukan pemaknaannya sendiri.


”dari roh masa lampau
kutetak waktu
kudapati
; kematian serupa awal
kehidupan”



Salam lifespirit!

0 komentar:

Posting Komentar