Labirin
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 29 Desember 2009
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi romantik relegi
/
Comments: (0)
Lukisan karya Budiyonaf : diunduh melalui mesin google
Labirin
Kekasih, aku sansai
Saat terpisah
Denganmu
Cahaya bulan melukis; adalah rinduku
Memenggal kematian
Di samudra luas
Bukan salah ombak bergulung
Pecah karang
Awan gelap
Camar terbang berputar-putar
Menelisik jejak menuju dermaga
Mata bukan satu-satunya pemandu
Ketenangan jiwalah bahtera
Menjaga utuh keyakinan
Menentukan arah angin
Menempatkan atma; dukabahagia
Di tubir cinta
Keyakinan serupa genderang perang
Membakar jiwa-jiwa penembang asmara
Aku
Sepenuh harap…
_____________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 29 Des 2009
atma : jiwa; nyawa; (Hin) roh: akhirnya -- Lubdhaka, setelah hari kematiannya, bisa masuk surga
tubir: tebing (jurang dsb) yg curam; tepi sesuatu yg dalam (spt tepi jurang, tepi kawah, tepi sungai); tempat yg dekat sekali dng tepi sesuatu yg dalam (spt tepi jurang); tempat yg dalam sekali (di laut dsb); ki keadaan yg hampir pd sesuatu yg sangat berbahaya (mati dsb)
sansai : banyak derita; sengsara; sedih sekali
labirin: tempat yg penuh dng jalan dan lorong yg berliku-liku dan simpang siur; sesuatu yg sangat rumit dan berbelit-belit (tt susunan, aturan, dsb)
Simpang Jalan
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 27 Desember 2009
Label:
Prosa liris spiritual
/
Comments: (0)
gambar diunduh https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4Esz8AHOT5QJ2b3HnASVOPa1MrrB8UoMv8_82pmK8QDa6kThMGqd2NBotcRURDblQI3b_DplorXOjMs1H36WLvdDNw0nbJ53O3V4g3QN-_gJmM8BH9TqLka5P5Za7cT6EymBYr8tXAGJw/s320/LUKISAN+AIRMATA+AWAN.jpg
Simpang Jalan
Lelaki paroh baya itu masih bersimpuh di bawah pohon rindang, didekap erat di pangkuannya kantong kulit yang tidak terisi penuh anggur. Beberapa kali kepala mendongak keatas, menatap burung bertengger di ranting pohon yang tengah asyik berkicau.
Seakan ingin melepas segala beban yang tengah menindih otaknya, Lelaki paroh baya sandarkan tubuh pada batang pohon yang semenjak tadi hanya diam membisu. Ia, lelaki paroh baya itu, menghela nafas dalam-dalam.
Adalah angin tengah mencumbu dedaunan hijau,membawa pandangan lelaki tersebut pada anggur yang terlihat rimbun menggiurkan di seberang pematang sungai yang tidak begitu lebar. Anggur dengan sari-sari manis yang selama ini sangat diharap anak istrinya di rumah. Anggur yang menjadi mitos raja-raja romawi sebagai simbul kemenangan dan kemewahan, simbul dari segala symbol kemakmuran.
Masih dengan tubuh bersandar pada pohon,tangan kanannya mengambil secarik kertas dari dalam kantong pakian,oh,tersurat berita ; buah hati memanggil merindu sakit.
“Wahai Tangan Tak Berujud… kenapa ini kau timpakan padaku? Bukankah selama ini aku sudah banyak melakukan kebaikan…?! Kesah lelaki separuh baya datar.
Tiba-tiba, gelegar suara tak berujud mengkoyak langit jiwa.
“…. Kebajikan apa hingga Aku tidak harus timpakan ini padamu?!”
“A(a)ku bangun puluhan tempat ibadat, A(a)ku nafkahi para fakir, A(a)ku cukupi kebutuhan anak istriku,dan A(a)ku ceramahi pengikutku tentang kebajikan,” katanya lirih hampir tidak terdengar telinga,dan seperti itulah ia (aku) tanpa A yang sebenarnya
“Hai manusia….Itukah yang kamu katakan kebajikan….. Lalu dirimu meratap dengan bahasa halusmu agar dipuji, bahkan dengan tangismu yang tiada berurai air mata, kau berharap semuanya menjadi mudah sesuai dengan kehendakmu. Apakah dengan begitu dirimu baru mau mengatakan bahwa Tuhan dari segala Tuhannya manusia adalah dzat yang maha adil…?! Sedangkan dirimu merasa agung dengan baju riya’-mu !“ keras membentak suara tanpa ujud di gendang telinga batin.
Lelaki paruh baya itu masih bersandar lemas, secarik kertas di tanganya,jatuh tepat di antara dua kaki, dan alam pun kembali membisik seperti panasnya api atau mungkin malah seperti bekunya air di musim dingin, hingga tak sadar surya tenggelam berganti malam, dan di sana, gelap malam tanpa desiran angin, kecuali suara-suara para musafir dari Barat dan Timur yang tawar menawar tanya hati lelaki kembara jiwa itu.
“hal apa yang kamu anggap paling utama?!”
Hati lelaki paroh baya tanpa ragu berucap ; Nafas-ku!”
“lalu apa lagi yang kamu anggap paling utama?!”
“Mihrab-ku!”
“Masih adakah selain yang kau sebut tadi?!”
“Anak-ku lalu istriku!”
“Kenapa bukan istrimu dulu,baru anakmu?!”
Hening....
Dingin malam mulai terasa mencocok ngilu tulang.
Desah berat nafas kembali memecah.
“Karena anak-ku adalah amanat Tuhan-ku, dan mereka nanti yang akan meneruskan ajaran sunah rassul,setelah aku dan istriku tiada,”
“Apakah kamu yakin akan istrimu ikhlas bila mengetahui akan hal ini?!”
“aku yakin, seikhlas istriku mengandung 9 bulan 10 hari,bahkan kerelaan dia akan nyawanya demi kelahiran anak-ku dan istri-ku,”
“Apa tidak ada hal lain yang membuatmu ragu saat ini?!”
“Ada”
“Apa itu?”
“Harta…”
“Hanya itu?"
"sahwat..."
"Hanya itu?"
“O, suara tanpa ujud, kenapa kau lempar padaku pertayaan yang terdengar laksana Guntur di keramaian?”.
Tersentak,lelaki tersebut pergi sambil menenteng kantong kulitnya yang
tidak penuh berisi anggur.
Entah mau dibawa kemana jiwanya yang kini tengah dibakar cinta.
______________________________________________________________________
@ Imron Tohari, lifespirit 3 juli 2006/rev.14 Feb 2009
kaukah yang menetak rasa itu?
Diposting oleh
Imron Tohari
Label:
puisi relegi kehidupan
/
Comments: (0)
gambar diunduh http://i49.tinypic.com/9jgop1.jpg
kaukah yang menetak rasa itu?
pada ketidaksetiaan usia
kebahagiaan adakalanya membuat orang jauh dengan Tuhannya
sedang kebahagiaan itu tak lebih seperti buih
diayun gelombang ke tepi pantai lalu lesap
dan seperti itulah Kau gambarkan pada kami
tentang sepupu musa yang sholeh
lalu karena manisnya kebahagiaan pikiran
justru dia ditelan celaka!
O, Kaukah itu yang tak pernah pejam?
saat kebahagiaan-kebahagiaan pikiran
kutetak sampai serpih
serupa benih
di punggung-punggung ketidakberdayaan
kutabur; angin barat desau
serupa suara rintih harut dan marut
yang sayapnya patah di bulu lentik Zahra
dan hanya mereka yang sabar,tawakal
iman meremah indah
mestika dari ketidakberdayaan
sujud : bertasbih
memuji Tuhannya
______________________________________…
@ Imron Tohari _ lifespirit 25 Desember 2009
Saat Aku Bertanya Tentang Aku
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 12 Desember 2009
Label:
puisi relegi,
spiritual kehidupan
/
Comments: (0)
gambar diunduh https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhniv3SioDOOShtNMFHgABijNNmlOCVa_mqIzR2uPYhmrjURgFPc6sw_EMbiLlJMG9-TSD1WHTiOdIRilfgU0BBpyT3GeE48tybGIdWqSpQOKLEvhaPkHqT3FBqBMhrM_QkZBGnTL_ZkmM/s200/padang+pasir.JPG
Siapa aku
Berdiri kaku di kubah bumi
Mencari ...
Terus mencari ...
Dan ketika aku lihat bulan…
Apa itu bulan?
Aku hanya temukan setitik jawab;
Tak lebih dari pengetahuanku tentang diriku,
Bahkan saat aku lihat matahari memancar...
Apa itu matahari?
Lagilagi aku hanya temukan setitik jawab;
Tak lebih dari pengetahuanku tentang diriku
: Tentang aku manusia
Rasa ingin tahuku
Keagungan akalku
Lemahnya nafsu dan imanku
Ingin kurobek langit
Lalu ku longokan kepala
Agar aku tahu isi segala; juga mengenai takdirku
Bahkan lebih jauh lagi
Agar aku tahu
;persepsi manusia tentang manusia
antara ada dan tiada batasan-batasanNya
aku
: Tak lebih dari seserpih debu di rimba fana!
_____________________________________________
@Imron Tohari_ lifespirit,14108.201008.rev131209
ILALANG
Diposting oleh
Imron Tohari
on Minggu, 06 Desember 2009
Label:
puisi relegi kehidupan
/
Comments: (0)
sumber gambar googling
ILALANG
Bersembunyi keajaiban di ilalang diam; pasrah
Tiada bening getah menawarkan apapun juga
Kecuali sayatan tajam ilalang pada degup makna
Hingga darah pecinta mengucur: hikmah
Duka;lara,suka;cita,menjelma berlaksa aksara
Saat ilalang menjadi roh bait pujangga
Ah…, makan ilalang itu, bila semanis nira, berarti sajak surga
Ilalang adalah ilalang, angin itu pejalan alam,mematik nada
Jadi jangan berharap desau membuat ilalang bersiul
Kecuali,ambil ilalang itu, biar gemetar bibir menyiul sesal
Bila tidak sumbang,pertanda terang meniadakan gelap samsara
Sudah! berhenti berkata-kata
Bakar ilalangilalang itu,bila masih tersimpan gulana
Pantaskah berkata-kata iklas tinggalkan fana?
________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit,21409/rev/61209