MENUJU KE ENGKAU
Waktu, bagiku penanda tidur dan terjaga, itu sebelum bersamamu
Langkah kaki jam di dinding terdengar membawa beban berat
Ditimpakan di antara ilusi dan kesadaran, atau bahkan jiwaku
Tidur dan terjaga seperti gerbong kosong dari terminal ke terminal
Jerit kegelisahan, lengking lokomotif yang pecah
Dan derit roda besi menghimpit rel-rel panjang
Sebuah keinginan, hidup, perjalanan menuju ke engkau
Asa yang kubangkitkan dari terowongan gelap bayang diri
Sejujurnya, saat ini aku bahagia memilikimu, lebih sekedar kekasih
Apalagi dari rahim hati ada detak-detak menyuarakan cinta
Tapi setiap malam waktu aku mulai menutup tirai jendela
Aku seperti disadarkan oleh keadaan, kalau hari tak selamanya pagi
Oh, belahan jiwa, oh, asmara, aku menjadi tahu
Mengikat keyakinan, saling menguatkan hati
Bersamamu, ada cahya di ketinggian darma
_________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 19 September 2011
dar.ma n kewajiban; tugas hidup; kebajikan
lo•ko•mo•tif n kepala kereta api (yang menarik gerbong kereta)
MENUJU KE ENGKAU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 20 September 2011
Label:
puisi cinta,
Puisi kontempelatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
Suara yang Kudengar Dari Pinggir Kolam
Diposting oleh
Imron Tohari
on Kamis, 15 September 2011
Label:
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Suara yang Kudengar Dari Pinggir Kolam
Bertahun-tahun dihantui trauma
setiap hari pikiran resah berteman prasangka
pagi burung berkicau pun terdengar sumbang
bagaimana mungkin hal ini dikatakan kehidupan?
Sampai akhirnya pada suatu hari
sebelum benar-benar senja
dari pinggir kolam kudengar kecipak ikan
saat kuarahkan tatapanku, ia, ikan itu
berseakan jiwaku sendiri yang mengatakan
: Menarilah, biar yang ada di dalam
bebas merdeka
(@Imron Tohari _ lifespirit 10 September 2011)
Bertahun-tahun dihantui trauma
setiap hari pikiran resah berteman prasangka
pagi burung berkicau pun terdengar sumbang
bagaimana mungkin hal ini dikatakan kehidupan?
Sampai akhirnya pada suatu hari
sebelum benar-benar senja
dari pinggir kolam kudengar kecipak ikan
saat kuarahkan tatapanku, ia, ikan itu
berseakan jiwaku sendiri yang mengatakan
: Menarilah, biar yang ada di dalam
bebas merdeka
(@Imron Tohari _ lifespirit 10 September 2011)
Lupa Masa Lalu
Diposting oleh
Imron Tohari
on Selasa, 13 September 2011
Label:
puisi kehidupan,
puisi spiritual,
puisi spiritual kontemplatif,
puisi sufistik
/
Comments: (0)
Lupa Masa Lalu
ranum buah di pohon
malam merajut mimpi
tak sadar petang berjalan ke pukul lima
sedari tadi angin mengetuk pintu
kini pergi membawa lelah
sekejap, embun di dedaunan terkesiap
di atas menara ribuan dengkur menggelar tikar
mestikah seperti itu mengharap perjumpaan,oh,kekasih?
ketika musim retakkan tanah
pohon kurus tanpa daun: tiada buah
tengah malam nyanyian rindu menyayat-nyayat
_______________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit, 12 September 2011
ranum buah di pohon
malam merajut mimpi
tak sadar petang berjalan ke pukul lima
sedari tadi angin mengetuk pintu
kini pergi membawa lelah
sekejap, embun di dedaunan terkesiap
di atas menara ribuan dengkur menggelar tikar
mestikah seperti itu mengharap perjumpaan,oh,kekasih?
ketika musim retakkan tanah
pohon kurus tanpa daun: tiada buah
tengah malam nyanyian rindu menyayat-nyayat
_______________________________________________
@ Imron Tohari – lifespirit, 12 September 2011
MENUJUMU
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 10 September 2011
Label:
Puisi kontempelatif,
puisi spiritual kontemplatif
/
Comments: (0)
MENUJUMU
Bertahun-tahun merancang pelayaran
Berharap matahari ramah mengantar ke barat
Tapi, belantara kabut menjauhkan perahu dari dermaga
Melayari laut luas
Badai,ombak, menggoyang-goyang tiang layar
Cahaya purnama merajut impian rindu pulang
Oh, betapa rapuh perahu hati kala berlayar sendirian
Di lautMu
Aku; perahu kehilangan daya
Tenggelam, terhimpit diantara batu-batu tajam
Bagaimana menitip nyanyian langit pada debur ombak?
Di atas, terang dan kelam awan silih berganti posisi
Doa layaknya penggalan duka abadi
MenujuMu, hidup dan mati menggenapi angan panjang
_______________________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit, 7 September 2011
Bertahun-tahun merancang pelayaran
Berharap matahari ramah mengantar ke barat
Tapi, belantara kabut menjauhkan perahu dari dermaga
Melayari laut luas
Badai,ombak, menggoyang-goyang tiang layar
Cahaya purnama merajut impian rindu pulang
Oh, betapa rapuh perahu hati kala berlayar sendirian
Di lautMu
Aku; perahu kehilangan daya
Tenggelam, terhimpit diantara batu-batu tajam
Bagaimana menitip nyanyian langit pada debur ombak?
Di atas, terang dan kelam awan silih berganti posisi
Doa layaknya penggalan duka abadi
MenujuMu, hidup dan mati menggenapi angan panjang
_______________________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit, 7 September 2011
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Diposting oleh
Imron Tohari
on Sabtu, 03 September 2011
Label:
puisi cinta,
puisi kehidupan,
Puisi kontempelatif
/
Comments: (0)
Lukisan by google
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Siang cerah, hujan tibatiba runtuh
mengagetkan sepasang burung bertengger di seranting daun
Mereka, burung itu lalu terbang terpisah
namun sebagian hati ianya, gelisah, enggan pergi
katanya ingin mencari kericau yang tertinggal di daun
berharap saat awan terkuak bisa dijadikan lengkung pelangi
Jikalau rumah cinta bukan di hati
iakah mungkin dalam perkabungan
ada kekuatan doa di bola mata burung terpisah itu
layaknya mantra keselamatan
menyulam repihan daun yang ada kicauannya
berharap jadi pelangi
Oh, dalam pertautan asmara
selalu saja dihadapkan duka bahagia
Siang benderang berganti deras mengiris
Pohon hati senyap tanpa tembang
seperti telaga kesepian tanpa kecipak angsa
dan angin yang sesekali melintas, menggoda
Iakah mesti seperti itu di jalan cinta?
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 3 September 2011, 1,38 dini hari (WITA)
Pohon Hati Senyap Tanpa Tembang
Siang cerah, hujan tibatiba runtuh
mengagetkan sepasang burung bertengger di seranting daun
Mereka, burung itu lalu terbang terpisah
namun sebagian hati ianya, gelisah, enggan pergi
katanya ingin mencari kericau yang tertinggal di daun
berharap saat awan terkuak bisa dijadikan lengkung pelangi
Jikalau rumah cinta bukan di hati
iakah mungkin dalam perkabungan
ada kekuatan doa di bola mata burung terpisah itu
layaknya mantra keselamatan
menyulam repihan daun yang ada kicauannya
berharap jadi pelangi
Oh, dalam pertautan asmara
selalu saja dihadapkan duka bahagia
Siang benderang berganti deras mengiris
Pohon hati senyap tanpa tembang
seperti telaga kesepian tanpa kecipak angsa
dan angin yang sesekali melintas, menggoda
Iakah mesti seperti itu di jalan cinta?
___________________________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit 3 September 2011, 1,38 dini hari (WITA)